WARTAMU.ID, Jakarta — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar di sekolah negeri dan swasta menuai tanggapan kritis dari berbagai kalangan. Meski dipandang progresif secara normatif, kebijakan ini disebut menyimpan potensi persoalan konseptual dan jebakan populisme hukum.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) menjadi salah satu pihak yang memberikan respon kritis terhadap keputusan tersebut. Melalui Kepala Bidang Riset dan Teknologi (Kabid Ristek) DPP IMM, Muh Akmal Ahsan, organisasi mahasiswa ini menekankan perlunya membaca putusan ini secara hati-hati dan sadar fiskal.
“Kita harus membedakan antara keberpihakan terhadap rakyat dan populisme kebijakan. Putusan ini memang terkesan ideal, tetapi jika tidak diikuti dengan perencanaan matang, justru bisa menjadi jebakan populisme hukum,” ujar Akmal, Kamis (12/6/2025).
Menurutnya, dalam konteks anggaran negara yang terbatas serta kompleksitas pengelolaan pendidikan nasional, konsep pendidikan gratis tidak selalu identik dengan keadilan. Ia menekankan bahwa penghapusan biaya bukan jaminan mutu.
“Pendidikan gratis yang tidak disertai jaminan mutu akan berakhir pada penurunan kualitas. Gratis bukan berarti bermutu. Jangan sampai negara hanya fokus pada penghapusan biaya, tapi abai pada peningkatan kualitas guru, kurikulum, dan sarana,” tegasnya.
Kekhawatiran terhadap Dampak bagi Sekolah Swasta
Akmal juga menyampaikan kekhawatiran atas dampak kebijakan ini terhadap sekolah swasta, yang selama ini menjadi bagian dari inisiatif masyarakat sipil dalam pendidikan. Ia mengingatkan bahwa banyak sekolah swasta tumbuh dari semangat keagamaan, budaya, dan komunitas yang justru memperkaya ekosistem pendidikan nasional.
“Ketika negara menyamaratakan pembiayaan sekolah swasta dan negeri, semangat partisipatif dan kemandirian masyarakat bisa terkikis. Bahkan, jika seluruh biaya pendidikan ditanggung negara, risiko intervensi dan penyeragaman terhadap lembaga swasta akan meningkat,” paparnya.
Ia menggarisbawahi pentingnya menjaga keunikan dan ciri khas sekolah swasta yang menjadi kekayaan sosial bangsa. Menurutnya, negara harus menyusun kerangka kebijakan yang adil dan berkelanjutan, tanpa melemahkan inisiatif masyarakat.
“Negara harus menjamin pendidikan dasar yang terjangkau dan bermutu, terutama bagi warga yang tidak mampu secara ekonomi. Namun masyarakat yang mampu juga harus didorong untuk berkontribusi dalam menjaga mutu pendidikan nasional,” tambahnya.
IMM Dorong Peran Negara sebagai Fasilitator, Bukan Penyedia Tunggal
Sebagai solusi, DPP IMM mendorong paradigma baru dalam kebijakan pendidikan. Negara, menurut IMM, seharusnya berperan sebagai fasilitator keadilan, bukan sekadar penyedia layanan tunggal.
“Negara harus menjamin hak pendidikan dasar, namun masyarakat tetap harus dilibatkan sebagai mitra aktif. Pendidikan bukan beban fiskal, tapi investasi peradaban,” pungkas Akmal.
DPP IMM menilai bahwa dalam negara demokrasi yang sehat, setiap putusan hukum termasuk putusan Mahkamah Konstitusi harus dikritisi secara konstruktif. Putusan apa pun harus dibaca secara kontekstual, dengan mempertimbangkan kemampuan struktural negara serta keragaman sosial dan budaya bangsa Indonesia.






