WARTAMU.ID – Konon karya sastra yang usianya paling tua adalah puisi. Pada millennium ke-3 sebelum masehi, puisi sudah ditulis di lempengan tanah liat dan kulit tanaman papirus. Hingga kini puisi masih diminati sebagai salah satu seni yang populer bagi semua kalangan. Setiap karya puisi selalu menawarkan keindahan dan kedalaman makna yang tersirat di balik susunan frasa. Seperti halnya puisi yang termuat dalam buku antologi berjudul Harmoni Cinta Penyuluh ini. Buku yang berisi 153 judul puisi yang ditulis oleh para Penyuluh Agama Islam, Kemenag Kab.Way Kanan ini punya kadar bahasa yang cukup baik. Hadirnya buku Harmoni Cinta Penyuluh menjadi pertanda bahwa sastra puisi tak lekang oleh waktu.
Di buku yang bercover hitam dengan ilustrasi lampu sentir ini, pembaca akan disuguhkan dengan puisi sufistik. 36 penulis yang keseluruhannya adalah Penyuluh Agama Islam melantunkan diksi puji-pujian dan kasing sayang pada Tuhan. Untuk dapat menikmati kumpulan puisi Harmoni Cinta Penyuluh tidak bisa dilakukan dengan scanning, skimming atau metode membaca cepat lainnya. Tetapi harus dilakukan dengan model membaca kritis tingkat lanjut agar dapat menangkap nilai estetik di 276 halaman.
/Itu bulan hampir purnama/Dia berotasi melewati masa/Itu pasti derikan jangkrik/Suaranya banyak, saling mengerik. Penggalan sajak berjudul Itu milik Amad Nursalim adalah contoh frasa yang memainkan unsur fisik puisi melalui rima akhir suku kata yang terletak di akhir kalimat. Unsur batin juga bisa ditangkap bahwa penulis sedang kesepian di malam hari sehingga detil sekali mengamati bunyi jangkrik yang mengerik.
Pada beberapa judul, pembaca juga akan menemukan romantisme storge atau gambaran cintah kasih kepada orangtua/keluarga, seperti judul Bapak yang ditulis oleh Hanapi. /Bapak,/Kekar tubuhmu tampak perkasa/Tegar menantang kejam dunia/Langkah tegapmu halau bahaya/Kau bela buah hati, belahan jiwa/Demi harga diri, bahagia dan cinta.
Bagi penikmat aliran realisme sosialis, sentuhan yang ditulis secara apik kita temukan pada judul Sedan karya Bahrul Ulum. Merah bibir terucap memesona/Menggoda pria si hidung belang/Sedan merah milik rakyat/Menggoda wanita penjaja diri/Aksi brutal pemuas nafsu/Malaikat pengintai pasti beraksi.
Keseluruhan isi buku ini layak diapresiasi karena dalam proses kreatifnya pasti membutuhkan daya imaji, emosi dan nuansa batin yang tepat untuk menciptakan puisi. Sayangnya, kekurangan buku ini adalah sulit sekali menemukan sajak yang memiliki metafor yang menari bebas dan luas. Hampir rata-rata seperti barisan senam pada dimensi yang sempit. Namun demikian penyair selalu punya hak istimewa yang disebut poetic licence/lisensi puitika, yakni hak untuk melanggar aturan bahasa dan diberikan toleransi berbuat salah dalam penulisan puisi. Jika anda ingin memiliki buku yang diterbitkan Penerbit Rumah Imaji ini, silahkan hubungi penyuluh agama Islam di Kantor Kemenag Way Kanan.