Dr. Fajar Riza Ulhaq Paparkan Moderasi Beragama di Era AI di UIN Salatiga

Dr. Fajar Riza Ulhaq

WARTAMU.ID, Salatiga – Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga mengadakan kuliah umum untuk mahasiswa baru dengan tema “Moderasi Beragama di Era Artificial Intelligence (AI)” pada awal tahun ajaran 2024/2025. Acara ini menghadirkan Dr. Fajar Riza Ulhaq, M.A., Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Stafsus Mensesneg RI) dan Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebagai narasumber utama.

Dalam pemaparannya, Fajar menjelaskan bahwa kecerdasan buatan (AI) telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, termasuk dalam penggunaan smartphone. “Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan, kita jumpai sejak memakai handphone. Ketika kita mengetik di Google, akan muncul kata prediksi, kita memilih apa selanjutnya,” tutur Fajar.

Fajar juga menyoroti DNA “tengahan” yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, seperti yang tercermin dalam konsensus nasional tentang Pancasila sebagai dasar negara. “DNA bangsa ini tengahan, washatiyyah. Tidak mengambil ideologi agama, tidak mengambil ideologi sekuler. Bangsa lain mengagumi, karena bangsa ini DNA-nya washatiyyah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Fajar memaparkan lima indikator moderasi beragama yang penting untuk diadopsi. Pertama, komitmen kebangsaan, di mana apapun agama seseorang, kebangsaan tetap dijunjung tinggi. Kedua, toleransi yang tinggi, karena sikap ekstrem dalam beragama dapat memicu benturan. Ketiga, menghargai tradisi yang bermanfaat dan menolak yang merugikan. Keempat, menjauhi perilaku kekerasan, baik fisik maupun verbal, seperti bullying. Kelima, menerima modernitas dan kemajuan dengan tetap mempertahankan keseimbangan tradisi.

Fajar juga menekankan pentingnya moderasi keindonesiaan selain moderasi beragama. Menurutnya, sikap moderat dan tengahan adalah yang telah menyelamatkan bangsa ini dari berbagai tantangan.

Dalam menghadapi isu-isu di media sosial, Fajar memberikan tiga kiat penting: pertama, suspend judgment (penundaan penghakiman) untuk menilai informasi secara kritis sebelum membagikannya; kedua, berpikir kritis sebagai alat penting untuk bertahan di era informasi; dan ketiga, kesadaran dan empati, yang merupakan kualitas yang tidak dimiliki oleh AI, namun penting untuk dikembangkan oleh mahasiswa.

UIN Salatiga saat ini sedang mengusung branding “Green Washatiyyah Campus”. Rektor UIN Salatiga, Prof. Zakiyudin Baidhawi, MA, menjelaskan bahwa konsep ini memiliki makna keseimbangan dan diharapkan dapat menginspirasi mahasiswa serta alumni untuk menjalani kehidupan dengan sikap yang seimbang.

Pada tahun ajaran 2024/2025, UIN Salatiga menerima 2.555 mahasiswa baru dari berbagai jenjang, termasuk program doktor, magister, dan sarjana. UIN Salatiga juga membuka pintu bagi mahasiswa non-Muslim dan mahasiswa asing dari 15 negara, dengan total mahasiswa asing mencapai 36 orang.

Dengan kuliah umum ini, UIN Salatiga berupaya memberikan pemahaman mendalam mengenai pentingnya moderasi beragama di era digital dan kecerdasan buatan, serta mempersiapkan mahasiswa untuk menghadapi tantangan di masa depan.