Ketua PC IMM Bandar Lampung Kecam Pelarangan Jilbab bagi Paskibraka, Pertanyakan Kepemimpinan BPIP

Salim mengingatkan bahwa pada tahun 2020, Yudian pernah menyatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama

WARTAMU.ID, Bandar Lampung – Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Bandar Lampung Bidang Pengembangan Jaringan Perguruan Tinggi (PJPT), Prayoga Salim, mengecam kebijakan pelarangan jilbab bagi anggota paskibraka. Meskipun Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, telah meminta maaf atas polemik tersebut, Salim menilai permintaan maaf itu tidak cukup.

Salim mengingatkan bahwa pada tahun 2020, Yudian pernah menyatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama. Setelah menuai kontroversi, Yudian juga segera meminta maaf, seolah-olah masalah sudah selesai. Namun, bagi Salim, tindakan ini mencerminkan ketidaktegasan dalam kepemimpinan, terutama bagi seorang ketua BPIP yang seharusnya menjaga nilai moral Pancasila.

“Kita perlu mempertanyakan ulang, dari 276 juta rakyat Indonesia, mengapa orang yang sembrono dan pembuat ulah diberi amanah sebesar ini?” ujar Salim dengan nada tegas.

Lebih lanjut, Salim menyoroti kecenderungan para penguasa di Indonesia yang sering kali membuat pernyataan kontroversial tanpa konsekuensi serius. Ia menyinggung kasus ucapan “Alhamdulillah” oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie, saat data Kominfo diretas, serta pernyataan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang menyamakan suara anjing dengan adzan. Menurut Salim, hal ini adalah bentuk normalisasi kesalahan yang berbahaya.

“Kita adalah negara dengan penduduk mayoritas Muslim terbesar kedua di dunia setelah Pakistan. Jika umat Islam di Indonesia merasa tidak aman untuk beribadah, bagaimana nasib kaum minoritas lainnya?” ujar Salim, mempertanyakan keselamatan beragama di Indonesia.

Salim juga menekankan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki sejarah panjang, namun belum mencapai usia 100 tahun. Indonesia berhasil melewati berbagai masalah yang dialami negara-negara lain, seperti perang agama di Eropa atau konflik etnis di Malaysia. Namun, Salim mengingatkan bahwa masalah besar Indonesia bukanlah toleransi, melainkan ketidakmampuan mengambil solusi yang tepat.

“Indonesia saat ini seperti seseorang yang menderita penyakit komplikasi, dan setiap pejabat yang dianggap bisa menjadi dokter selalu gagal mendiagnosis masalah negara ini, sehingga tidak pernah kunjung sembuh sepenuhnya,” tambahnya.

Salim juga mengutip perkataan pemain sepak bola Kylian Mbappé yang mengajak kaum muda untuk membuka mata terhadap isu-isu serius di pemerintahan. Ia menekankan pentingnya kesadaran dan ketegasan dalam menghadapi masalah bangsa.

“Indonesia tidak pernah ditakdirkan seperti ini. Tapi sikap tidak tegas kita sebagai sebuah negara yang melahirkan situasi seburuk ini,” pungkasnya.

Dengan pernyataan ini, Salim berharap agar pemerintah lebih serius dalam menangani isu-isu yang bisa merusak persatuan dan kedamaian di Indonesia.