Kok Bisa?! Ekonomi RI Merosot tapi Orang Kaya Baru Makin Banyak

Foto : John Guccione (Pexels)

WARTAMU.ID, Jakarta – Sebuah fakta terungkap bahwa jumlah orang kaya di Indonesia pada tahun lalu semakin bertambah meskipun kondisi sedang memprihatinkan karena terjadi wabah pandemi COVID-19. Jumlah orang kaya bertambah salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga aset. Dikutip dari finance.detik.com

Ekonom Senior Faisal Basri turut mengutarakan hal serupa dalam akun media sosialnya. Dia mengatakan, pandemi membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot tetapi jumlah orang dengan kekayaan di atas US$ 1 juta meningkat tajam.

“Pandemi mengakibatkan perekonomian Indonesia merosot (kontraksi). Namun, jumlah orang dewasa dengan kekayaan di atas USD1 juta naik tajam sebesar 61,7%, dari 106.215 orang tahun 2019 menjadi 171.740 orang,” kata Faisal dalam akun Twitternya dikutip Selasa (13/7/2021).

Lebih lanjut, menginti laporan Credit Suisse yang dikutp dari CNBCIndonesia, jumlah orang dengan kekayaan di atas US$ 1 juta atau setara dengan Rp 14,49 miliar (kurs dollar Rp 14.486) di Indonesia ada sebanyak 172.000 orang. Bertambah 62,3% dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Jika dibandingkan dengan seluruh populasi jumlah jutawan (dalam dolar Amerika Serikat, bukan rupiah) Indonesia hanya 0,1% dan menempati posisi kedua dari 27 negara yang dijadikan sampel. Kondisi tersebut tidak berubah dibandingkan 2019.

Menurut laporan tersebut, jumlah orang kaya di tanah Air bertambah karena kenaikan harga aset. Salah satunya didorong oleh suku bunga rendah yang mendorong harga aset di pasar keuangan.

Tidak hanya di sektor keuangan, harga aset fisik seperti properti pun masih membukukan kenaikan meski lajunya melambat. Pada 2020, indeks harga hunian residensial naik 1,55% yoy (year on year).

Penghasilan para jutawan ini bukan melulu dari gaji bulanan. Investasi bisa menjadi tambahan penghasilan para orang kaya baru ini yang bahkan bisa lebih tinggi ketimbang upah tetap yang perkembangannya hanya mengikuti laju inflasi.

Laporan Credit Suisse memberi konfirmasi bahwa kesenjangan di antara rakyat Indonesia agak melebar. Ini terlihat dari data indeks gini yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Indeks gini adalah indikator yang mengukur tingkat pengeluaran penduduk yang dicerminkan dengan angka 0-1. Semakin rendah angkanya, maka pengeluaran semakin merata.

Per September 2020, indeks gini Indonesia ada di 0,385. Naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni 0,38. Awal tahun 2021, organisasi nirlaba Oxfam juga telah memperingatkan adanya potensi peningkatan ketimpangan karena pandemi.

Oxfam mencatat 1.000 orang terkaya di dunia berhasil memperoleh kekayaan mereka yang sempat hilang hanya dalam waktu sembilan bulan. Sementara bagi orang-orang miskin, angka kemiskinan naik ke level di mana kemajuan selama 10 tahun terakhir seakan tidak ada artinya.

“Bagi orang-orang kaya, resesi sudah selesai. Gabungan kekayaan 10 orang terkaya di dunia naik US$ 500 miliar sejak pandemi dimulai. Uang sebanyak ini cukup untuk membayar vaksin bagi seluruh umat manusia di bumi,” sebut laporan berjudul The Inequality Virus tersebut.

Menurut kajian Oxfam, pandemi COVID-19 membuat ketimpangan semakin dalam di banyak negara secara bersamaan. Saat orang-orang terkaya hanya butuh sembilan bulan untuk bangkit, orang miskin perlu waktu 14 kali lebih lama dari itu.

Pada Desember 2020, pihaknya memperkirakan kekayaan orang-orang paling tajir di kolong atmosfer mencapai US$ 11,95 triliun. Uang yang setara dengan total belanja stimulus fiskal di negara-negara G20.

“Ketimpangan ekstrem bukan tidak bisa dihindari, ini hanya soal pilihan kebijakan. Pemerintah di seluruh dunia harus berpihak kepada kesetaraan, ekonomi yang inklusif dan bisa mengakhiri lingkaran kemiskinan,” isi laporan tersebut.

“Upaya melawan ketimpagan harus tercemin dalam belanja pemulihan ekonomi. Pemerintah harus memastikan semua orang bisa mendapatkan vaksin. Pemerintah juga wajib memberikan bantuan kepada mereka yang kehilangan pekerjaan karena pandemi. Ini bukan hanya kebijakan sesaat, tetapi harus menjadi sebuah new normal agar pemulihan ekonom bisa dinikmati semua orang, bukan hanya mereka yang punya previlese,” jelas Gabrielle Bucher, Direktur Eksekutif Oxfam International.

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *