WARTAMU.ID, Jakarta – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed, menekankan pentingnya pendekatan dakwah komunitas dalam menyampaikan pesan Islam dengan lebih terarah dan spesifik. Menurutnya, dakwah komunitas, yang berfokus pada kelompok tertentu, lebih efektif dibandingkan dakwah umum yang cenderung luas dan kurang terfokus. Hal ini disampaikan dalam acara Silaturahim Nasional Dai Komunitas yang digelar oleh Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi DKI Jakarta pada Selasa, 12 November.
Dalam dakwah komunitas, sasaran ditetapkan berdasarkan segmentasi kelompok, seperti kesamaan akidah, bahasa, atau latar belakang sosial-budaya. “Kalau kita berbicara mengenai dakwah komunitas, bagaimana dakwah ini memiliki fokus atau segmentasi kelompok-kelompok tertentu. Sehingga dakwah menjadi lebih terarah, dan para da’i tidak sekedar ceramah,” ujar Abdul Mu’ti.
Lebih jauh, Abdul Mu’ti menambahkan bahwa dakwah komunitas sangat mengedepankan kohesi antar anggota komunitas. Dalam Al-Quran, umat Islam disebut sebagai “ummatan wahidah” atau umat yang satu, yang diikat oleh akidah. “Jadi komunitas itu memiliki kohesi yang tinggi. Dakwah komunitas itu adalah sebuah proses dimana kita menghadirkan Islam sesuai dengan komunitas itu,” paparnya di depan para peserta.
Dakwah komunitas juga membutuhkan pengelolaan yang baik, seperti dalam mendirikan pusat muallaf untuk mendukung mereka yang baru memeluk Islam. Abdul Mu’ti menggarisbawahi pentingnya pembinaan berkelanjutan agar para muallaf benar-benar merasa diterima di tengah masyarakat Muslim. “Da’i itu tidak harus mereka yang membaca ayat terus menerus, tapi da’i yang bisa berbaur dengan komunitas yang didakwahi tersebut,” tambahnya.
Pendekatan dakwah komunitas juga relevan di kalangan urban dan profesional, seperti dakwah di lingkungan bankir. Abdul Mu’ti menekankan bahwa dakwah di lingkungan profesional membutuhkan da’i dengan pendekatan yang tepat dan menarik. “Paradigma dakwah komunitas tidak harus di daerah terpencil. Bisa saja di kota metropolitan. Misalnya dakwah di bankir-bankir maka da’inya yang berangkat harus yang wangi-wangi,” terangnya.
Dengan memanfaatkan pendekatan yang relevan, seperti dakwah di komunitas muda yang fokus pada nilai-nilai idealisme dan masa depan, pesan agama akan lebih mudah diterima. Sementara itu, bagi kelompok yang sedang dalam kesulitan, seperti penghuni lapas, dakwah harus membawa optimisme dan harapan. Abdul Mu’ti menekankan bahwa dakwah komunitas di era modern harus mengutamakan sensitivitas sosial dan pemahaman terhadap konteks masyarakat yang dituju.
Pesan ini mengingatkan bahwa dakwah komunitas tidak sekadar menyampaikan agama, tetapi lebih pada menyesuaikan metode penyampaian dengan kondisi, intelektualitas, dan budaya dari kelompok yang menjadi sasaran. Pendekatan berbasis kesamaan, kohesi sosial, dan konteks yang relevan diharapkan mampu mengoptimalkan dakwah di tengah masyarakat multikultural.