Urgensi Teologi Lingkungan: Kajian Islam tentang Krisis Iklim di Santri Cendekia Forum

Foto bersama pada Kajian Santri Cendekia Forum

WARTAMU.ID, Yogyakarta – Dalam upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran umat Islam dalam menghadapi krisis lingkungan global, Santri Cendekia Forum menggelar kajian bertajuk “Peran Umat Islam Terkait Isu Lingkungan di Kancah Internasional” di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan pada Sabtu malam, 1 Februari 2025. Acara ini menghadirkan Parid Ridwanuddin, seorang aktivis lingkungan, Program Manager GreenFaith Indonesia, dan dosen di Universitas Paramadina, sebagai pemateri utama.

Kajian ini merupakan bagian dari seri kedua Santri Cendekia Forum setelah sukses menggelar kajian pertama pada 27 Januari 2025 dengan tema “Islam dan Lingkungan: Perspektif Manhaj Tarjih Muhammadiyah”. Dalam pemaparannya, Parid menyoroti berbagai tantangan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan, termasuk krisis iklim yang kini memasuki fase “pendidihan global” (global boiling) akibat emisi gas rumah kaca yang tidak terkendali.

Krisis Iklim: Ancaman Nyata bagi Umat Manusia

Parid mengawali kajian dengan mengutip Surah Ar-Rum ayat 41 yang menyatakan bahwa kerusakan di darat dan di laut terjadi akibat ulah manusia. Ia menekankan bahwa eksploitasi alam yang berlebihan menyebabkan berbagai bencana seperti banjir, longsor, dan pencemaran lingkungan.

Menurutnya, data ilmiah menunjukkan bahwa emisi global terus meningkat dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Cina sebagai penyumbang terbesar. Industri militer dan perusahaan energi fosil disebut sebagai kontributor utama krisis ini. Dampak krisis iklim juga dirasakan di Indonesia dengan meningkatnya frekuensi bencana alam, di mana lebih dari 40 juta orang terpaksa mengungsi akibat bencana ekologis dalam lima tahun terakhir menurut data BNPB.

Peran Umat Islam dalam Menghadapi Krisis Lingkungan

Parid menegaskan bahwa umat Islam memiliki tanggung jawab moral dalam upaya pelestarian lingkungan. Ia menekankan pentingnya integrasi nilai-nilai Islam dalam gerakan lingkungan melalui konsep teologi lingkungan yang berbasis pada prinsip keadilan iklim (al-adalah al-munakhiyyah).

Sebagai langkah konkret, ia menyarankan beberapa inisiatif:

  1. Pendidikan berbasis keadilan iklim: Memasukkan isu lingkungan dalam kurikulum pendidikan untuk meningkatkan kesadaran kritis.
  2. Gerakan lokal: Terlibat dalam upaya penghijauan, pengurangan sampah plastik, dan membangun kedaulatan pangan.
  3. Advokasi kebijakan: Mendorong kebijakan lingkungan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
  4. Kolaborasi lintas agama: Berkerja sama dengan komunitas agama lain dalam kampanye pelestarian lingkungan.
  5. Dakwah melalui tulisan: Menulis opini berbasis data yang dipublikasikan di media massa.

Kajian ini ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif. Parid menegaskan bahwa pelestarian lingkungan bukan hanya tugas pemerintah atau aktivis, tetapi tanggung jawab semua umat manusia. “Kita harus mulai dari langkah kecil, seperti mengurangi plastik, menanam pohon, dan mengonsumsi makanan lokal sebagai bagian dari amanah menjaga bumi,” ujarnya.

Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk santri, mahasiswa, dan aktivis lingkungan. Sebanyak 91 peserta hadir secara luring, sementara lebih dari 43 orang mengikuti live streaming di YouTube GreenFaith Indonesia. Kajian ini diharapkan menjadi awal gerakan nyata bagi umat Islam dalam menghadapi krisis lingkungan global.