WARTAMU.ID, Humaniora – Ditengah berkembangnya kehidupan modern, tradisi lokal menjadi semakin terpinggirkan, dianggap tidak relevan dengan kehidupan masa kini. Padahal ada banyak tradisi lokal yang menarik. Salah satunya tradisi “Muang Jong” masyarakat Belitung, sebuah tradisi pengungkapan rasa syukur yang dilakukan secara turun-temurun. “Muang Jong” berarti membuang atau menghanyutkan perahu kecil (jong) yang di dalamnya berisi sesajian. “Jong” atau perahu kecil memiliki arti yang melambangkan sebuah rumah-rumahan atau tempat tinggal.
Istilah “Muang Jong” berasal dari kata “Muang” yang berarti buang dan “Jong” yang berarti miniatur kapal kecil berisi sesajian yang kemudian dihanyutkan ke tengah laut. “Muang Jong” merupakan kegiatan upacara adat Pulau Belitung yang sudah ada sejak Tahun 1914 sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai penolak bala. Kegiatan “Muang Jong” wajib dilakukan setahun sekali pada pertengahan Oktober untuk menghormati leluhur dan melestarikan tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang.
Kegiatan “Muang Jong” biasanya dilakukan di tepi pantai tepatnya Pantai Tanjung Tinggi atau lebih dikenal sebagai tempat shooting film Laskar Pelangi. Kepala adat Desa Tanjung Tinggi menyatakan bahwa upacara adat “Muang Jong” diselenggarakan karena adanya kepercayaan serta keyakinan masyarakat setempat terhadap penguasa laut dan kekuatan supranatural. Upacara adat “Muang Jong” juga dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai persembahan terhadap dewa laut agar dewa laut memberikan isi laut berupa ikan dan hasil laut lainnya.
Sebelum upacara adat “Muang Jong” dilaksanakan masyarakat setempat akan membuat miniatur perahu kecil atau yang disebut “Jong” yang terbuat dari kayu jeruk antu, kemudian diisi dengan beragam jenis makanan seperti lepat atau kue yang dibungkus dengan daun serta nasi tumpeng. Upacara adat “Muang Jong” dilakukan di pagi hari dan diiringi dengan tarian-tarian daerah yang mengelilingi ”jong” atau perahu kecil. Tarian-tarian tersebut dimaknai sebagai bentuk persembahan terhadap penguasa laut. Puncak upacara adat “Muang Jong” ialah menghanyutkan atau membuang “Jong” ke tengah laut dengan menggunakan boat yang dihanyutkan langsung oleh kepala adat. Konon, jika upacara adat “Muang Jong” belum selesai, maka tidak boleh ada yang berenang di laut karena dianggap tidak menghargai dan jika dilanggar akan mendapat bala.
Tradisi “Muang Jong” Masyarakat Pulau Belitung menjadi contoh nyata yang menunjukkan bagaimana kebudayaan lokal dapat menjaga hubungan yang erat antar manusia dengan alam. Melalui tradisi ini, masyarakat setempat tidak hanya melestarikan kearifan lokal tetapi juga memperlihatkan penghargaan yang telah mereka dapat.
Oleh : Rosa Julianda (2200030125)
Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD)