RAGAM  

AISYAH BUKAN ‘AISYIYAH

Hasbullah Dosen UMPRI/Faunder Tadarus Kehidupan

WARTAMU.ID – Pentingnya sebuah nama. Kiranya hal ini menjadi nyata dan mempengaruhi gejolak dalam hidup. Nama menjadi identitas sendiri serta akan mempengaruhi eksistensi. Maka penting kiranya huruf demi huruf, dalam ejaan nama harus diperhatikan sebelum kita memilih dan menetapkan. Sebagai contoh kata Aisyiyah sangat jauh  beda dengan Aisyah. Artinyapun berbeda, Aisyiyah adalah organisasi perempuan Muhammadiyah adan Aisyah adalah sebuah nama.

Malam Minggu, 4 September 2021. Tepatnya pukul 19.02 wib ketika saya sedang bercengkraman dengan anak dan ponakan. Sambil menikmati pisang dan renggina bersama jus jambu. Handphon saya bergetar ada WatspApp masuk, dari salah satu kepala sekolah Muhammadiyah yang ada di Lampung. Hati bergumam, tidak biasanya.  Seketika itu langsung saya baca isi kabar yang ada, sedikit bereaksi dengan mengerutkan dahi serta senyum sinis. Sebab isi WatspApp tersebut di luar perkiraan saya.

Infonya ada banyak siswa dari sekolah saya terdaftar kuliyah di Universitas Aisyah  Pringsewu. Banyak siswa yang salah menganggap Aisyah itu Muhammadiyah. Mengapa?. Aneh dan terkejut dengan isi berita tersebut. Ingin marah saya rasanya, namun tak ada guna pastinya. Lalu saya jawab “lah kok tanya saya, tanya aja sama guru Kemuhammadiyanya”. Jangan-jangan mereka salah memberitahun Aisyiyah sebagai organisasi otonom (ortom) khusus Muhammadiyah.

Jelas bedalah antara ‘Aisyiyah dan Aisyah. Aisyah tidak ada hubungan dengan Muhammadiyah secara organisasi dan kultural, namun kelahiran Universitas Aisyah Pringsewu (pergantian nama dari STIKes Aisyah), secara historis ada kaitan dengan Muhammadiyah. Maka wajar jika ada kesalahan dalam memperkirakan atau memprediksi. Namun, jika salah memilih itu bentuk kesalahan, harus diluruskan serta segera disadarkan.

Kesalahan pemilihan kampus, ada banyak faktor. Salah satunya adalah promosi yang belum masif dan berkesinabungan dari Universitas Muhammadiyah Pringsewu (UMPRI). Sedang Aisyah setiap pohon, gang-gang dan tebok pasti ada bennernya. Promosi menjadi hal terpenting, bahkan dia adalah ruh, nafas dan jiwa bagi Amal Usaha yang baru lahir, tumbudan berkembang.

Dan itu harus diakui, salah satu sebab terpengaruhnya image bahwa Aisyah adalah Aisyiyah dan  bagian dari Muhammadiyah. Dan ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama, terutama yang ada di UMPRI. Mari kita faham, kita sampaikan dan tegas bahwa Aisyah bukan ‘Asiyiyah apalagi Muhammmadiyah. Terjebak satu kalai itu adalah pembelajaran. Namun jika terjebak untuk kedua kali atau lebih maka itu adalah bentuk dari kebodohan yang nyata.

Jika kesalahan mengartikan itu terlontar dari mereka yang mempelajari Muhammadiyah.  Bukan saja aspek ideologis namun mempelajari juga histori dan struktural, maka sudah dipastikan itilu ada kesalahan dalam memandang dan memahami Muhammadiyah. Ingat bahwa perguruan tinggi Muhammadiyah di Pringsewu adalah Universitas Muhammadiyah Pringsewu (UMPRI). Selain UMPRI bukan milik Muhammadiyah.

Hal ini penting untuk diketahui oleh masyarakat luas. Terkhusus pimpinan dan anggota Muhamadiyah dari tingkat pusat sampai pada ranting dan jamaah kajian harus mengetahuai keadaan ini. Serta diketahui oleh pimpinan ortom disetiap tingkatan kepemimpinan. Agar semua jelas dan tidak salah pilih. Karena kesalahan hal seperti ini bukan terjadi satu, dua atau tiga kali. Namun sudah berkali-kali dengan alasan yang berbeda-beda.

Namun kita harus juga mengakui, bahwa UMPRI selama ini belum maksimal mengenalkan diri kelapa masyarakat. Mengenalkan diri ke  Ranting dan Cabang Muhammadiyah se Lampung terutama sekolah-sekolah milik persyarikatanpun belum optimal. Kejadian ini sepertinya menjadi peringatan, pengingat dan motivasi, bahwa UMPRI adalah milik Muhammadiyah. Sehinga keberadaan UMPRI adalah wadah berdakwah amar ma’ruf nahi munkar. Bukan untuk berfoya-foya, melanggekan kekuasaan serta menumpuk harta

Siapa Yang Bertanggung Jawab?

Dari yang disampaikan perihal salah mengartikan dua bahasa tersebut (‘Aisyiyah dan Aisyah). Maka sekolah melalui guru Kemuhammadiyahan harus klarifikasi dengan apa yang selama ini diajarkan selama belajar. Manajer sekolahpun harus bertanggung jawab, lebih memaksimalkanperannya sebagai wakil persyarikatan di sekolah. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) adalah tempat menyemai kader Muhammadiyah.

Perkaderan di amal usaha secara organisasi, yang bertangung jawab adalah pimpinan. Rektor atau ketua di tingkat perguruan tinggi. Kepala sekolah di tingkat pendidikan sekolah. Maka segeralah berbenah, yang  besar sekolahnya banyak muridnya jangan sombong dan berbangga diri. Sekolah yang kecil, baik murid dan keadaan jangan berkecil hati serta terus belajar untuk menjadk besar. Karena semua AUM adalah milik persyarikatan Muhammadiyah.

Pada setiap jenjang pendidikan Muhammadiyah, akan ada organisasi otonom. Sekolah misalkan ada IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), perguruan tinggi ada IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah). Semua organisasi tersebut membantu sekolah melaksakan perkaderan Muhammadiyah. Artinya, keberadaanya harus diutamakan dan dirawat bersama ortom lainnya ada Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM) dan Pandu Hizbul Wathan (Pandu HW). Sehingga kejadian atas kesalahan fahaman terhadap Muhammadiyah dan ortomnya tidak akan terjadi.*

Hasbullah
Dosen UMPRI/ Founder Tadarus Kehidupan

Artikel ini merupakan kiriman pembaca wartamu.id. (Terimakasih – Redaksi)