WARTAMU.ID, Suara Pembaca – Salah satu agenda musyawarah wilayah (Musywil) Muhammadiyah Lampung ke-26 di Lampung Timur 11-12 Februari 2023 adalah memilih 13 orang (Formatur) untuk memimpin Muhammadiyah wilayah Lampung periode 2022-2027. Tentunya ini bukan persoalan mudah atau sulit, namun yang harus dipertimbangkan adalah kelayakan untuk memimpin Muhammadiyah Lampung lima tahun ke depan. Jelasnya bahwa Pimpinan wilayah Muhammadiyah Lampung ke depan harus dipimpin oleh kader Muhammadiyah yang teruji dalam berorganisasi dan kepemimpinan.
Jikalah kita membaca hasil Muktamar ke-48 tanggal 18–20 November 2022 di Surakarta, hal 97-116 tentang isu-isu strategis yang ranah kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal. Keumatan (fenomena rezimintasi paham agama, membangun kesalehan digital, memperkuat persatuan umat, reformasi tata kelola filantropi Islam, beragama yang mencerahkah, autentisitas wasathiyah Islam, spritualitas generasi milenial). Kebangsaan (memperkuat ketahanan keluarga, reformasi sistem pemilu, suksesi kepemimpinan 2024, evaluasi deradikalisasi, memperkuat keadilan hukum, penataan ruang publik yang inklusif dan adil, memperkuat regulasi sistem resiliensi bencana, antisipasi agung population, memperkuat integrasi nasional, ekonomi berkeadilan sosial). Kemanusiaan Universal (membangun tata dunia yang damai dan berkeadilan, regulasi dampak perubahan iklim, mengatasi kesenjangan antar-negara, menguatnya xenofobia).
Hal ini tentunya harus juga menjadi catatan peserta musyawarah wilayah ke 36, dalam menentukan 13 nama yang akan dipilih. Berbagai catatan sudah pasti dimiliki oleh pimpinan daerah Muhammadiyah yang dapat dijadikan rujukan dalam menentukan pilihan. Oleh karena itu, penulis mencoba memberikan sumbangsih pemikiran nilai-nilai yang harus dimiliki oleh pimpinan Muhammadiyah Lampung ke depan sehingga mampu menangkap dan meneruskan isu-isu strategis yang telah dirumuskan oleh pimpinan pusat Muhammadiyah. Setidaknya adalah 6 nilai dasar yang harus dimiliki oleh 13 nama yang akan dipilih, sebagai berikut.
Pertama, nilai keulamaan. Sudah pasti bahwa kemapanan dalam pemahaman keislaman menjadi nilai pertama. Seorang pemimpin Muhammadiyah tentunya harus mampu menerjemahkan dan mampu mendemonstrasikan Islam baik dalam perilaku maupun mimbar-mimbar kajian serta pengajian baik yang diadakan oleh persyarikatan maupun di luar persyarikatan. Nilai keulamaan ini menjadi penting, sebab Muhammadiyah itu disebut berjalan jika ada kajian keislaman secara rutin. Selian itu Muhammadiyah mendaulat dirinya sebagai gerakan Islam, dakwah dan tajdid, tentunya kedaulatan tersebut kan bisa dituntun dengan kuat dari seorang pemimpin yang memiliki nilai keulamaan.
Kedua, nilai intelektual. Dengan tantangan keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan yang maupun tidak maupun harus dihadapi oleh Muhammadiyah dan memberikan jawaban atas tantangan tersebut. Tentunya membutuhkan pimpinan yang memiliki kemampuan berpikir yang dituangkan dalam tulisan dan kemampuan ucapan dalam narasi-narasi yang mencerdaskan dan mencerahkan. Akan banyak persoalan yang datang ke Muhammadiyah, dan yang dibutuhkan adalah sumbangsih pemikiran yang luas dan mendalam. Oleh karenanya, nilai intelektual bagi seorang pimpinan Muhammadiyah tidak akan mungkin bisa dilepaskan.
Ketiga, nilai administrasi. Muhammadiyah adalah organisasi yang secara administrasi tersusun dengan rapi. Semua ter cacatan serta dapat dipertanggung jawabkan. Dari hal inilah bahwa pemimpin Muhammadiyah Lampung harus mampu memanajemen persyarikatan ini dengan baik dan benar, sehingga perjalanan persyarikatan dapat diukur dan terukur. Pimpinan Muhammadiyah harus bisa menyatu dengan ranting, ranting dan organisasi otonom tingkat wilayah. Bahwa organisasi otonom secara administrasi harus dipahami sebagai bagian yang tidak bisa dilepaskan dari pimpinan dalam mengembangkan misi dakwa amar makruf nahi munkar Muhammadiyah.
Keempat, nilai sosial. Muhammadiyah dalam sejarahnya berangkat dari sebuah keprihatinan seorang KH. Ahmad Dahlan dengan situasi dan kondisi sosial saat itu. Sehingga beliau membuat sekolah yang dibiayai sendiri oleh beliau yang diperuntukkan untuk mereka yang tergolong mustadhafin. Sehingga tidak ada lagi kemiskinan, kebodohan dan penindasan. Berangkat dari sinilah pemimpin Muhammadiyah Lampung harus memiliki nilai sosial tinggi. Siap membantu dan mengorbankan kepunyaannya untuk Muhammadiyah. Jangan sampai pimpinan Muhammadiyah pelit dan enggan untuk mengorbankan jabatan, waktu untuk Muhammadiyah dan kemajuan sosial.
Kelima, nilai relasi atau jaringan. Perkembangan Muhammadiyah baik itu organisasi maupun amal usahanya hal ini karena jaringan dan relasi yang telah dibangun oleh pendahulunya. Relasi dan jaringan inilah yang hari ini terlihat sepi di Muhammadiyah Lampung, jaringan yang harus dibangun baik itu internal Muhammadiyah maupun eksternal Muhammadiyah. Dengan kemampuan berjejaring Muhammadiyah akan dengan mudah mengerti kondisi dan kebutuhan yang terjadi di masyarakat Muhammadiyah maupun umum. Selian itu dari relasi yang luas ini, pimpinan Muhammadiyah akan mampu mempengaruhi, merubah pandangan dan sikap yang terjadi dimasyarakat sehingga pimpinan Muhammadiyah tampil sebagai solusi.
Keenam, nilai berkemajuan. Atas semua persoalan yang ada baik itu menyangkut keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan sudah semestinya semakin maju. Berkemajuan dalam hal ini bahwa pimpinan Muhammadiyah harusnya memiliki sikap yang terbuka dengan segala bentuk perbedaan, mendahulukan dialog dalam berbagai persoalan memiliki kesiapan dalam kemajuan sosial. Sehingga pimpinan Muhammadiyah Lampung berani tampil dimuka dalam beramar makruf nahi munkar dalam rangka mewujudkan kebaikan, kedamaian, keamanan, kesejahteraan, keadilan, dan kerukunan tanpa membeda-bedakan.*
Oleh : Dr. (Cand) Hasbullah, M.Pd. I
Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Artikel ini merupakan kiriman pembaca wartamu.id. (Terimakasih – Redaksi)