WARTAMU.ID, Humaniora – Malam ini, ada pertanyaan menggelitik, kemana ya para mahasiswa ?#kemana
Dinamika ekonomi Indonesia kian terasa, harga bergejolak, subsidi tiada lagi, rupiah tak lagi gagah, partai politik di pecah belah. Tapi tak tampak ada gerakan mahasiswa yang -bahkan- sekedar mengkritik atau mengingatkan pemimpin bangsa.
Kami akan menjawab dan mengkritisi dari hal mendasar dan menjadi landasan kami sebagai mahasiswa yakni lingkungan kampus, terlihat sangat jelas saat ini dimana kampus-kampus mulai di koptasi oleh negara, sehingga pemimpin dan pimpinan-pimpinan yang ada di kampus dihasilkan dari kepentingan-kepentingan pemerintah. Dimana dalam politik ada kemudian yang disebut politik balas budi yang pada akhirnya berakibat fatal pada kehidupan dan dinamika kampus.
Kampus dan mahasiswa yang seharusnya menjadi mitra kritis dari pemerintah seolah-olah mulai di gembosi dengan aturan-aturan dan regulasi kampus yang tidak pro dengan hakikat mahasiswa sebagai mitra kritis penguasa dan sebagai agen sosial control, mulai dari pembatasan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan, kurangnya dukungan bagi organisasi kemahasiswaan, akhir-akhir ini kampus pun tidak mampu memfasilitasi mahasiswanya untuk kemudian terus berdiskudi, berdialog dan berdebat padahal kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian menjadi jati diri dan ciri khas dari mahasiswa sebagai kaum intelektual.
Sejarah tidak bisa dihilangkan bahwa mahasiswa punya andil dan peran yang cukup besar untuk meruntuhkan dan menurunkan sang Raja Jawa (Soeharto) dari singgah sananya sebagai presiden selama kurang lebih 32 tahun, maka hari ini kami mahasiswa akan dengan mudah menggulingkan segala bentuk kekuasaan, dan otoriterisme di dalam kampus. Apalagi dengan kemudahan akses media sosial belakangan ini menjadi jawaban sebagai transit informasi yang paling masif dan begitu cepat.
Lihatlah kampus-kampus hari ini begitu banyak Pejabat (Pimpinan Kampus) yang menjadikan kampus sebagai lahan dagang, sebagai tempat mencari keuntungan, jangan lupa loyalitas dari seorang pendidik bukan terhadap pemerintah, melainkan terhadap pengetahuan, itu dalilnya. Maka jangan sekali-kali kemudian membatasi mahasiswa untuk berfikir kritis dan liberal. Hari ini banyak mahasiwa yang di anggap tidak punya sopan santun ketika menyampaikan kritik pedasnya terhadap dunia kampus, seolah-olah sistem pendidikan kita menghindari ketajaman berfikir dan ketajaman argumentasi, kalau tajam argumentasinya dianggap tidak sopan, maka dengan tegas kami samapiakan sebagai mahasiswa “Sopan santun itu bahasa tubuh, Fikiran tidak memerlukan sopan santun, fikiran yang di sopan santunkan itu artinya kemunafikan”.
Jangan sampai ada lagi terdengar atau bahkan melihat secara langsung kembali pimpinan kampus tertangkap dengan kasus korupsi, dengan praktik-praktik yang menjadikan kampus sebagai lahan untuk mencari keuntungan yang lebih besar.
Maka pada akhir tulisan ini, tulisan ini kami sampaikan sebagai bentuk kecintaan dan kepedulian kami terhadap kampus sebagai tempat kami belajar tempat kami menambah isi kepala dan hati. Mari tetap dan senantiasa bertumbuh dan berkembang.
Hidup Mahasiswa!!!