WARTAMU.ID, Yogyakarta – “Saya melihat kompleksitas persoalan kekerasan di lingkungan pendidikan semakin lama semakin kompleks ditambah pertambahan teknologi informasi membuat anak semakin rentan terpengaruh dan terpapar oleh perilaku yang bertentangan dengan sifat welas asih dan sifat kasih sayang.” Hal tersebut disampaikan Fajar Riza Ul Haq, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI saat menyampaikan keynote speechnya dalam “Seminar dari Kelas ke Kehidupan: Menanamkan Nilai – Nilai Nirkekerasan dan Kesetaraan Gender di Lingkungan Pendidikan” pada Sabtu (31/11/24)
Menurut Fajar Riza, topik nir kekerasan dan kesetaraan gender sudah lama menjadi perhatian dan hingga hari ini masih menjadi pembahasan yang selalu aktual, salah satunya karena permasalahannya yang terus berkembang. Penggunaan gadget seperti handphone menurut Fajar Riza menjadi sumber persoalan baru di dunia pendidikan saat ini. Terlebih menurutnya penggunaan handphone tidak selalu berkolerasi dengan perkembangan pendidikan anak.
“Jadi logika kalau anak memegang gadget sebagai sumber informasi tdk berkorelasi langsung dengan pengetahuan yang mereka miliki kalau tidak ada pendampingan,” terangnya. Terlebih menurutnya, apa yang disaksikan anak-anak di hp yang sebagian besar tontonan malah menjadi tuntunan anak-anak yang membentuk perilaku mereka di keseharian.
“Maka tugas sekolah, guru, tugas orang tua makin lama makin berat, kompleksitasnya makin berat. Oleh karena itu persoalan bagaimana mengatasi kekerasan di lingkup satuan pendidikan tidak bisa dikerjakan oleh sekolah tapi harus melibatkan orang tua dan masyarakat, ini ekosistem yang harus kita bentuk,” tegas Fajar Riza.
Selain anak-anak yang merupakan murid, para guru juga menjadi pihak yang rentan menerima kekerasan di lingkungan pendidikan oleh karena itu menurut Fajar Riza harus ada dua sisi yang dilindungi yakni guru dan peserta didik. Ini adalah salah satu tantangan kita di dunia pendidikan, maka salah satu prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah adalah menguatkan pendidikan karakter dan memperkuat peran guru. “Guru kita perkuat kompetensinya misalkan guru BK jika tidak ada maka kita berikan pembekalan bagi guru-guru umum untuk mempunyai kemampuan mengatasi persoalan anak di sekolah. Kementerian berkomitmen menghadirkan pendidikan menjadi tempat aman dan nyaman untuk semua bukan hanya peserta didik tetapi gurunya juga,” ujarnya.
Di akhir penyampaiannya, Fajar Riza menitipkan masa depan anak-anak Indonesia kepada para guru yang disebut Presiden Prabowo adalah Pilar Pembangunan Bangsa. “Kami titip peserta didik mohon diberikan bimbingan terbaik, mohon dibantu mereka dan tunjukan sikap uswatun hasanah kepada mereka semua.”
Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah dalam sambutannya menyebut bahwa isu nirkekerasan dan kesetaraan gender di lingkungan sekolah menjadi perhatian dan kepentingan ‘Aisyiyah. Hal ini dikarenakan salah satu amal usaha ‘Aisyiyah adalah bidang pendidikan.
‘Aisyiyah disebut Salmah mengelola hampir 22 ribu TK ABA yang tersebar di seluruh Indonesia, begitu juga dengan pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi mulai dari kampus hingga universitas.
Lebih lanjut, Salmah juga menyoroti peran berbagai pihak dalam mewujudkan pendidikan terbaik bagi anak. Salmah menyebut ada empat tempat pendidikan yang disampaikan oleh Nyai Ahmad Dahlan bahkan sejak awal berdirinya ‘Aisyiyah yakni keluarga, sekolah, lingkungan, dan tempat ibadah.
Untuk menanamkan nilai nir kekerasan maka harus dibangun karaker anak dimulai dari keluarga. ‘Aisyiyah melalui program Keluarga Sakinah Qaryah Thayyibah terus menggiatkan hal ini karena lingkungan keluarga adalah madrasah pertama bagi anak. “Perkenalan pertama anak dalam kehidupan sepeti unggah ungguh, tepo seliro dimulai dari keluarga dan ‘Aisyiyah memiliki concern di sini.”
Tempat pendidikan kedua adalah lembaga pendidikan formal yang penting untuk menanamkan karakter anak. Ketiga, lingkungan juga memiliki peran penting agar anak-anak bisa memperoleh pendidikan dan contoh yang baik melalui interaksi di masyarakat. Terakhir, Salmah menyebut tempat ibadah juga menjadi hal penting untuk menumbuhkan karakter kepada anak-anak. “Pendidikan juga bisa dilakukan di masjid, di mushola dan ini sudah dicontohkan sejak jaman Nabi Muhammad diawal perkembangan Islam pasca hijrah di Madinah.” terang Salmah.
Salmah berharap kegiatan ini akan menambah pengetahuan dan kompetensi sekolah melalui guru dan juga orang tua sehingga dapat berkontribusi dalam upaya penghapusan kekerasan kepada anak-anak termasuk di lingkungan pendidikan. “Tentunya dari pendidikan ‘Aisyiyah ini diharapkan akan lahir generasi berkualitas, generasi yang mempunyai karakter baik yang mendukung terciptanya generasi emas sehingga akan mendukung pemerintah membentuk generasi emas di 2045,” ujar Salmah.