WARTAMU.ID, Yogjakarta – Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah telah menyelenggarakan Kajian Tematik Penyusunan Modul ToT (Training of Trainer) Eco Bhinneka Nasyiatul Aisyiyah. Kegiatan tahap awal ini dilaksanakan secara daring, 23 April 2022. Peserta yang berpartisipasi berasal dari kader Nasyiatul Aisyiyah dari pusat, wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta daerah Banyuwangi dan Surakarta. Peserta lainnya dari pimpinan pusat Pelajar Muhammadiyah, Mahasiswa Muhammadiyah, dan Pemuda Muhammadiyah. Untuk peserta dari lintas iman ada perwakilan dari umat Hindu, Protestan, dan Katolik. Turut hadir pula Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Pengurus Perkumpulan Disabilitas Indonesia (PPDI) juga hadir dan berkontribusi berbagi ilmu dalam forum. Acara terselenggara atas kerja sama antara JISRA Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah.
Kegiatan yang digelar selama lima jam tersebut memfokuskan pada materi-materi yang menunjang program Eco Bhinneka, antara lain materi kebhinekaan/keberagaman, kelestarian lingkungan hidup, dan persoalan stunting dari analisis GEDSI (Gender, Equality, Disabilitas, and Social Inclussion). Hadir memberikan materi antara lain Profesor Ahmad Najib Burhani, Hening Parlan, Khotimun Sutanti, dan Nurlia Dian Paramita.
Profesor Najib, Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora, BRIN, menyebutkan bahwa modal kebhinekaan ada pada bahasa, etnis, suku, dan sebagainya. Sedangkan modal keagamaan ada enam agama di Indonesia, untuk umat Islam sendiri ada pada dua organisasi masyarakat yang besar: Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Untuk modal toleransi, Indonesia memiliki sejarah kuat tentang toleransi agama dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan. Tiga modal sosial itulah yang akan menguatkan bangsa Indonesia.
“Konsep teologi lingkungan sebagai upaya penyelamatan lingkungan dilakukan dengan pendekatan nilai-nilai agama. Islam memandang lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan dari keimanan seseorang,” tutur Hening Parlan, Ketua Divisi Lingkungan Hidup, Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP ‘Aisyiyah.
Eco-Bhinneka merupakan gagasan yang memadukan tujuan untuk mewujudkan toleransi dengan upaya pelestarian lingkungan hidup di Indonesia. Kegiatan-kegiatan Eco Bhinneka nanti diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai konflik intoleransi dan juga krisis kepedulian terhadap lingkungan di negeri ini. Dengan berbagai alasan itu lah tim Eco Bhinneka PP Nasyiatul Aisyiyah memandang perlu untuk menyusun sebuah modul sebagai panduan bagi pendamping/fasilitator yang kelak menjadi agen perubahan dalam membentuk atau merawat kehidupan bermasyarakat yang toleran dengan pendekatan kelestarian lingkungan. Seperti tagline Eco Bhinneka “Merawat Kerukunan, Melestarikan Lingkungan.”
Khotimun Sutanti, Ketua Bidang Kemasyarakatan PP Nasyiatul Aisyiyah menjelaskan keterkaitan isu stunting, gender, dan inklusi sosial dengan gerakan Eco Bhinneka. Di dalam Eco Bhinneka bisa digali bersama keterkaitan pencegahan stunting dengan lingkungan. Dari situ nanti ada jembatan untuk membangun interaksi yang intensif antara kelompok lintas agama. Bergerak bersama mencegah stunting yang kaitannya dengan lingkungan karena sanitasi merupakan faktor yang paling penting dalam pencegahan stunting.
Lebih lanjut Nurlia Dian Paramita, Ketua Bidang Organisasi dan Kerja sama PP Nasyiatul Aisyiyah menuturkan, bahwa program Eco Bhinneka harus melibatkan perempuan dan anak dalam setiap kegiatan dan capaian hasil akhir, sehingga targetnya adalah mampu mengubah perilaku. Menggalakkan sosialisasi di tingkat desa dengan kampanye melibatkan perempuan dalam mewarat lingkungan.
“Alhamdulillaah dengan adanya kegiatan ini, banyak pencerahan dari narasumber, sehingga program Eco Bhinneka ke depannya yang sudah terencana dan tersusun secara bertahap, akan bisa terlaksana dengan baik,” harap Fatihatul Jannah, Fasilitator Eco Bhinneka regional Surakarta.
Fitriyanti Anggraini, peserta dari Fasilitator regional Banyuwangi menyebutkan bahwa lingkungan hidup yang lestari tempat manusia bergantung. Pembangunan ekonomi yang mengesampingkan keseimbangan ekologi dapat berakibat buruk bagi kehidupan.
Rivandi dari Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah menyarankan untuk kegiatan penyusunan modul tahap II, salah satu narasumber bisa dari tokoh lintas iman.
“Kegiatan sangat positif dan memberi ruang antarumat beragama untuk bergerak bersama melalui isu kebhinekaan dan ekologi,” ujar Jimmy Sormin perwakilan dari PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia).
Intan Mustikasari dari tim Eco Bhinneka Muhammadiyah menyatakan bahwa kegiatan ini keren dan konsepnya bagus. Bisa menjadi wadah berbagi praktik baik Fasilitator daerah dalam membuat konten modul Eco Bhinneka yang dibutuhkan pada sasaran regional program atau bahkan secara nasional.
“Sangat menarik sekali kajian tematik Eco Bhinneka Nasyiatul Aisyiyah kali ini. Semoga dalam kegiatan penyusunan modulnya dapat berjalan lancar,” ucap Fathiyah Dwi Astuti, peserta dari Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP ‘Aisyiyah.