Ilham Ibrahim
1. Khadijah binti Khuwailid (w. 620)
Sebelum pernikahannya yang terkenal dengan Nabi Muhammad, Khadijah merupakan seorang tokoh penting dalam dirinya sendiri, menjadi saudagar yang sukses dan salah satu tokoh elit Mekah. Dia memainkan peran sentral dalam mendukung dan menyebarkan keyakinan Islam. Salah satu perempuan terpenting Islam awal lainnya yaitu Fatimah al-Zahra’, adalah putri Nabi dari Khadijah dan hanya melalui dirinya (terutama melalui kedua putranya, al-Hasan dan al-Husain) bahwa garis keturunan Nabi Muhammad tetap terjaga. Fakta-fakta ini membuat Fatimah dan Khadijah di antara tokoh-tokoh perempuan yang paling dihormati dalam sejarah Islam.
2. Fatimah al-Zahra’ binti Muhammad (w. 632)
Sebagai putri Nabi Muhammad dan istri pertamanya Khadijah binti Khuwaylid (w. 620), Fatimah memainkan peran penting dalam komunitas Muslim awal di Mekah dan Madinah. Ia, bersama keluarganya, mengalami penganiayaan keras dari kaum Quraisy di Mekah sebelum pindah ke Madinah pada tahun 622. Selama hidup Nabi, ia menjalani (dan secara aktif berpartisipasi) dalam semua perkembangan besar dalam pendirian agama Islam. Tak lama setelah tiba di Madinah, Fatimah menikah dengan ‘Ali bin Abi Thalib (w. 661).
3. Nusaiba binti Ka’ab al-Anshariyyah (w. 634)
Nusayba dikenal sebagai Umm ‘Ammara, dia adalah anggota suku Bani Najjar dan salah satu yang paling awal masuk Islam di Madinah. Sebagai Sahabat Nabi Muhammad, ada banyak keutamaan yang dikaitkan dengannya. Yang paling diingat tentang perempuan tangguh ini adalah mengambil bagian dalam Pertempuran Uhud (625), di mana dia membawa pedang dan perisai, berperang melawan kuffar ahli Mekah. Selama pertempuran dia mendapati beberapa luka tombak dan panah. Setelah menderita luka kedua belas, dia jatuh pingsan dan pertanyaan pertama yang ditanyakan ketika bangun (sehari kemudian di Madinah) adalah: “apakah Nabi selamat?” bukti kesetiaan dan komitmennya pada Islam.
4. ‘Aisyah binti Abu Bakar (w. 678)
‘Aisyah merupakan istri Nabi Muhammad yang mungkin memiliki pengaruh paling besar pada komunitas Muslim setelah kematiannya. Dia memainkan peran sentral dalam penyampaian ajaran Islam. Dia adalah salah satu perawi utama hadis dalam tradisi Sunni. Dalam banyak hal, ‘Aisyah adalah salah satu tokoh yang paling penting di awal Islam, terutama karena implikasi dari tindakannya terhadap partisipasi perempuan di ruang publik berbenturan dengan konsepsi Islam konservatif.
5. Asma’ binti Abu Bakar (w. 692)
Putri Abu Bakar dan kakak perempuan ‘Aisyah (w. 58/678), Asma’ adalah salah satu yang paling awal masuk Islam di Mekah. Dia menikah dengan al-Zubair bin al-‘Awwam (w. 656). Keturunan dari kedua pasangan ini kelak akan menjadi tokoh politik dan intelektual terkemuka selama abad pertama Islam. Asma ‘dianggap sebagai salah satu Sahabat Nabi yang paling terpelajar dan banyak sumber menekankan integritas, ketabahan, dan keberaniannya. Sebagai generasi awal Islam, ia mengalami banyak penganiayaan yang dialami Muslim awal di Mekah dan dipaksa untuk bermigrasi ke Madinah pada tahun 622. Seperti banyak perempuan Muslim lainnya, ia berpartisipasi dalam Pertempuran Yarmouk (636) melawan Bizantium. Setelah kematian Nabi, dia adalah salah satu otoritas terkemuka dalam ajaran Islam, meriwayatkan sejumlah besar hadis. Salah satu putranya, yaitu ‘Urwah bin al-Zubair (w. 713) menjadi salah satu ulama paling terkemuka, terutama di bidang hadis.
6. Ummu al-Darda’ Hujaima binti Uyayy al-Sughra (w. 700)
Salah satu cendekiawan Muslim terkemuka dari generasi kedua setelah Nabi, Umm al-Darda’ adalah seorang perawi hadis, guru dan ahli hukum yang penting. Seorang ahli Al-Qur’an (yang dia hafal di usia muda), Ummu al-Darda’ bertemu dan mentransmisikan hadis dari ‘Aisyah binti Abu Bakar, Salman al-Faris, Abu Hurairah dan para sahabat Nabi lainnya. Setelah menjalani sebagian besar hidupnya di Madinah, dia pindah ke Damaskus di mana mengajar ratusan siswa (baik laki-laki maupun perempuan) di Masjid Agung, banyak dari mereka akan menjadi ulama yang dihormati dan bahkan ada yang menjadi khalifah seperti ‘Abd al-Malik bin Marwan.
7. Rabi‘ah al-‘Adawiyyah (w. 801)
Rabi‘ah salah satu Sufi terpenting dalam tradisi Muslim, ia menghabiskan sebagian besar masa mudanya sebagai budak di Irak selatan sebelum mencapai kebebasannya. Dia dianggap sebagai salah satu pendiri mazhab Sufi “Cinta Ilahi” yang menekankan cinta Tuhan tanpa syarat, bukan karena takut hukuman di neraka atau keinginan untuk mendapat imbalan di surga. Hal ini diungkapkannya dalam salah satu puisinya: “Ya Tuhan! Jika aku menyembah-Mu karena takut Neraka, bakarlah aku di Neraka, dan jika aku menyembah-Mu dengan mengharap surga, keluarkan aku dari surga.”
8. Fatimah al Fihri (w. 880)
Fatimah merupakan putri Mohammed Bnou Abdullah al-Fihri, seorang saudagar sukses yang menetap di Fez, Maroko. Ketika Fatimah mewarisi kekayaan ayahnya, ia menginvestasikannya untuk mendirikan masjid dan lembaga pendidikan. Secara bertahap, pendirian berkembang menjadi Universitas al-Qarawiyyin atau Al-Karaouine (University of al-Qarawiyyin). Al-Qarawiyyin sekarang dianggap sebagai universitas tertua yang masih beroperasi dan telah meluluskan beberapa tokoh penting dalam sejarah. Sejak tahun 861 hingga sekarang, simposium dan debat rutin diselenggarakan di sana.
9. Lubna dari Kordoba (w. 984)
Awalnya seorang gadis budak asal Spanyol, Lubna naik menjadi salah satu tokoh terpenting di istana Umayyah di Cordoba. Dia adalah sekretaris istana khalifah ‘Abd al-Rahman III (w. 961) dan putranya al-Hakam bin ‘Abd al-Rahman (w. 976). Lubna juga seorang ahli matematika yang terampil dan memimpin perpustakaan kerajaan, yang terdiri dari lebih dari 500.000 buku. Menurut cendekiawan Andalusia yang terkenal, Ibn Bashkuwal: “Dia unggul dalam menulis, tata bahasa, dan puisi. Pengetahuannya tentang matematika juga sangat besar dan dia juga mahir dalam ilmu-ilmu lain. Tidak ada seorang pun di istana Umayyah yang sehebat dirinya.”
10. Fatimah binti Muhammad bin Ahmad al-Samarqand (w. 1185)
Fatimah merupaka putri seorang ahli hukum Hanafi terkenal Abu Manshur Muhammad bin Ahmad al-Samarqand yang menulis kitab Tuhfat al-Fuqaha’ dari Asia Tengah. Fatimah adalah seorang ahli Al-Qur’an, hadis, fikih, teologi dan tata bahasa pada saat dia mencapai usia dewasa. Dia memenuhi syarat untuk mengeluarkan fatwa. Dirinya diakui sebagai salah satu perempuan terpelajar abad ke-12 oleh orang-orang sezamannya dan pendapat hukumnya dihargai oleh banyak penguasa. Dia menikah dengan ‘Ala’ al-Din Abu Bakr bin Mas‘ud al-Kasan (w. 1191), ahli hukum Hanafi terkemuka lainnya dan penulis kompendium hukum berjudul Bada‘i al-Shana’i‘ fi Tartib al-Syara’i‘. Tak lama setelah pernikahan mereka, pasangan itu melakukan perjalanan melintasi dunia Islam sampai mereka menetap di Aleppo, di mana mereka berdua memantapkan diri sebagai ulama terkemuka.
11. Zainab binti Ahmad (w. 1339)
Zainab mungkin salah satu cendekiawan Islam paling terkemuka di abad keempat belas. Zainab termasuk dalam mazhab Hanbali dan tinggal di Damaskus. Dia telah memperoleh sejumlah ijazah (semacam sertifikasi) di berbagai bidang, terutama hadis. Pada awal abad keempat belas, dia mengajar ragam kitab seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Al-Muwaththa’ karya Malik bin Anas, Syama’il dari al-Tirmidzi, dan Syarh Ma’ani al-Athar dari al-Tahawi. Di antara murid-muridnya adalah pengelana Afrika Utara Ibn Batuta (w. 1369), Taj al-Din al-Subki (w. 1355), al-Dhahabi (w. 1348), dan namanya muncul di beberapa tulisan Ibn Hajar al-Asqalani (w. 1448). Penting untuk menunjukkan bahwa Zainab hanyalah salah satu dari ratusan perempuan ulama hadis selama periode abad pertengahan di dunia Muslim.
12. Sayyida al-Hurra (w. 1542)
Sayyida al-Hurra berasal dari Kerajaan Nasrid di Granada, tetapi terpaksa melarikan diri setelah ditaklukkan oleh Spanyol yang beragama Kristen pada tahun 1492. Seperti banyak Muslim Andalusia, ia menetap di Maroko. Bersama suaminya, ia memerintah kota Tetouan di pantai utara. Setelah kematian suaminya pada tahun 1515, ia menjadi satu-satunya penguasa kota, dan mengubah Tetouan menjadi basis utama operasi angkatan laut untuk balas dendam melawan Spanyol dan Portugal. Dia bersekutu dengan laksamana Hayreddin Barbarossa di Aljazair dan bersama-sama mereka memberikan pukulan serius bagi kekuatan kekaisaran Spanyol di Afrika Utara dan Mediterania Barat. Sayyida al-Hurra menghabiskan sisa-sisa harinya di laut hingga dikenal sebagai “Ratu Bajak Laut”.
13. Malahayati dari Aceh (w. 1600)
Salah satu perempuan Muslim paling signifikan dalam sejarah modern awal Asia Tenggara, Malahayati merupakan seorang tokoh militer dan politik terkemuka di Kesultanan Aceh selama abad ke-16. Dia adalah seorang laksamana terkenal dan memimpin sebuah armada yang sebagian besarnya terdiri dari janda-janda perang Aceh. Malahayati dikenang dalam historiografi Indonesia pasca-kolonial sebagai laksamana heroik yang merupakan pemimpin awal perlawanan terhadap kolonialisme Belanda di Asia Tenggara. Salah satu kemenangan terpenting Malahayati adalah kekalahan komandan angkatan laut Belanda Cornelis de Houtman pada tahun 1599.
14. Nana Asma’u (w. 1864)
Nana adalah putri dari Usman dan Fodio (w. 1232/1817), seorang ahli hukum, pembaharu, sufi, dan pendiri kekhalifahan Sokoto. Meskipun banyak yang berasumsi bahwa ketenarannya terkait semata-mata dengan karir ayahnya, harus digarisbawahi bahwa Nana Asma’u adalah seorang penyair, sejarawan, pendidik, dan sarjana agama penting yang terus memainkan peran utama dalam politik, perkembangan budaya, dan intelektual di Afrika Barat selama hampir 50 tahun setelah kematian ayahnya. Dia adalah seorang ahli hukum Maliki dan seorang sufi dari tarekat Qadir, mengabdikan diri untuk pendidikan perempuan Muslim dan melanjutkan tradisi reformis ayahnya. Ia percaya bahwa pengetahuan memegang kunci untuk perbaikan masyarakat.
15. Siti Walidah Dahlan (w. 1923)
Nyai Walidah merupakan istri dari pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan. Bersama suaminya, peran Siti Walidah sangat besar dalam mengorganisasi kaum perempuan dan mendirikan perkumpulan perempuan terbesar di dunia, Aisyiyah. Dari Aisyiyah inilah berkembang sekolah-sekolah putri dan asrama, keaksaraan, dan program pendidikan Islam untuk perempuan. Hingga saat ini, Aisyiyah memiliki ribuan lembaga pendidikan, puluhan rumah sakit, dan layanan sosial kemasyarakatan lainnya.
Sumber : muhammadiyah.or.id