WARTAMU.ID, Yogjakarta – Kerusakan lingkungan dan perubahan iklim dewasa ini telah mencapai taraf yang memprihatinkan dan berakibat kepada seluruh sektor kehidupan manusia. Berbagai kerusakan itu tidak hanya berdampak terhadap siklus perubahan alam, tetapi juga akibat perbuatan dan rekayasa tangan manusia.
Hal tersebut disampaikan oleh Hidayat Tri Sutardjo, anggota Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat menjadi narasumber dalam pelatihan mubalighah lingkungan yang diselenggarakan oleh LLHPB Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Jum’at (24/12/2021).
“Ironisnya, berbagai kerusakan alam dan dampak yang ditimbulkannya, belum mendorong lahirnya kesadaran dan pemahaman masyarakat secara bersama dalam upaya perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam. Yang dibutuhkan adalah perubahan perilaku dan gaya hidup yang beretika,”ucapnya.
Menurut Hidayat, Islam mempunyai pandangan dan konsep yang sangat jelas terhadap perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam, karena manusia sebagai khalifah Allah di bumi sebagaimana yang tertara dalam suarat Al-Baqarah ayat 30.
Lanjuta dia, manusia diperintahkan tidak hanya mencegah perilaku menyimpang (nahi munkar), tetapi juga untuk melakukan perilaku yang baik (amar ma’ruf).
“Manusia merupakan bagian dari alam, manusia mempunyai peran atau tugas khusus yakni sebagai pemegang amanah risalah dan amanah khalifah atau wakil Allah di muka bumi. Memelihara lingkungan sama wajibnya dengan memelihara kehidupan dan sebaliknya,”kata dia.
Dia menjelaskan tugas utama manusia sebagai khalifah adalah memakmurkan bumi, meliputi, Al-Intifa’ (mengambil manfaat dan mendayagunakan sebaik-baiknya). Al-I’tibar (mengambil pelajaran, memikirkan, mensyukuri, seraya menggali rahasia-rahasia di balik alam ciptaan Allah) dan Al-Islah (memelihara dan menjaga kelestarian alam).
“Sesuai dengan maksud sang pencipta, yakni untuk kemaslahatan dan kemakmuran manusia, serta tetap terjaganya harmoni kehidupan alam ciptaan Allah,”jelasnya.
Menurut dia, kerusakan lingkungan disebabkan oleh faktor struktural dan faktor kultural. “Faktor struktural seperti kebijakan yang tumpang tindih, sedangkan kultural terkait dengan budaya masyarakat yang tidak disiplin dan minim pemahaman agama,”pungkasnya.
Oleh karena itu menurut dia, yang perlu dilakukan oleh mubalighah lingkungan adalah dakwah baik secara ucapan (bil lisan) ataupuan perbuatan (bil hal) sebagai gerakan perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam.
Hidayat menjelaskan dua hal terkait hal itu. Pertama konseptual, meliputi pengkajian, penelitian, pendidikan, pelatihan.dan dahwah. Yang kedua paraksis, meliputi gerakan peduli, perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam.
“Dari itulah akan terwujud eco friendly yang meliputi eco life, eco masjid, eco pesantren, eco school atau campus, eco building, eco wisata ramah muslim, dan eco farming,”jelasnya.
Melihat antusias peserta dalam pelatihan tersebut, Hidayat mengapresiasi pelatihan mubalighah lingkungan yang diselenggarakan oleh LLHPB PP ‘Aisyiyah bekerja sama dengan Lazismu PP Muhammadiyah. Menurut dia, jumlah peserta yang mencapai 150 orang merupakan asset bagi Muhammadiyah maupun ‘Aisyiyah.
“Saya empat kali melakukan pelatihan da’i peduli gambut dan mangrove di empat propinsi. Pesertanya mayoritas lelaki, dari seratus peserta perempuannya hanya lima. Kali ini luar biasa, ‘Aisyiyah bisa sampai seratus lebih,”pungkasnya.
“Ini asset yang luar biasa, tidak hanya Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah tetapi juga Pimpinan Pusat Muhammadiyah,”imbuhnya.
Dia berharap pelatihan ini kedepannya terus dilakukan oleh LLHPB PP ‘Aisyiyah, karena mubalighah lingkungan diharapkan menjadi garda terdepan dalam mengampanyekan isu-isu lingkunga. (Iwan Abdul Gani)