Larangan Jalsah Salanah di Kuningan: MAARIF Institute Kecam Kebijakan Diskriminatif Pemerintah Daerah

Rapat koordinasi Pemerintah Kabupaten Kuningan (Dok Foto kuningankab.go.id)

WARTAMU.ID, Jakarta, 5 Desember 2024 – Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah Pemerintah Kabupaten Kuningan melarang penyelenggaraan Jalsah Salanah, agenda temu nasional Komunitas Muslim Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Acara yang dijadwalkan berlangsung pada 6-8 Desember 2024 di Manislor, Kuningan, Jawa Barat, harus batal atas keputusan yang disampaikan oleh Pejabat Bupati Kuningan, Agus Toyib, usai rapat dengan FORKOPIMDA, tokoh agama, dan tokoh masyarakat pada 4 Desember 2024.

Larangan ini didasarkan pada kekhawatiran potensi perselisihan di masyarakat serta desakan beberapa kelompok intoleran, seperti FPI, Persada 212, Ormas Pagar Akidah (Gardah), dan kelompok afiliasinya yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan. Atas tekanan tersebut, FORKOPIMDA Kabupaten Kuningan memutuskan untuk melarang pelaksanaan Jalsah Salanah 2024.

Keputusan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk MAARIF Institute, yang menyatakan kebijakan tersebut melanggar konstitusi dan nilai-nilai kebhinekaan yang dijunjung tinggi oleh Republik Indonesia.

Dalam pernyataan resminya, MAARIF Institute menilai larangan tersebut sebagai bentuk nyata pelanggaran terhadap Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB), yang dijamin oleh Pasal 28E ayat (1), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Andar Nubowo, menyebut bahwa tindakan ini menunjukkan ketidakhadiran negara dalam melindungi hak-hak dasar warganya.

“Jalsah Salanah adalah agenda damai untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, yang seharusnya mendapat perlindungan pemerintah, bukan justru dihalangi. Tindakan ini mencederai hak-hak konstitusional,” ungkap Andar Nubowo.

MAARIF Institute juga menyoroti sikap Pemerintah Kabupaten Kuningan yang dianggap tunduk pada tekanan kelompok intoleran, yang bertentangan dengan semangat toleransi dan pluralisme. Lembaga ini mendesak:

  1. Pemerintah Kabupaten Kuningan segera mencabut larangan tersebut dan memberikan izin pelaksanaan Jalsah Salanah.
  2. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah pusat terlibat aktif dalam mengawal hak-hak KBB, khususnya di daerah yang rentan terhadap gesekan antarumat beragama.

MAARIF Institute menilai bahwa tunduknya pemerintah terhadap tekanan kelompok intoleran menunjukkan lemahnya komitmen terhadap perlindungan hak beragama dan berkeyakinan. Sikap ini, menurut Andar, dapat menjadi preseden buruk bagi upaya menjaga kebhinekaan di Indonesia.

“Negara harus hadir melindungi warganya, bukan justru menjadi alat kelompok intoleran. Ini adalah tanggung jawab bersama untuk menjaga semangat Pancasila dan pluralisme yang menjadi dasar negara kita,” tegasnya.

Kasus pelarangan Jalsah Salanah di Kuningan kembali mengingatkan pentingnya peran pemerintah dalam menjamin hak-hak dasar warganya tanpa diskriminasi. MAARIF Institute berharap pernyataan ini dapat menjadi pertimbangan serius bagi para pemangku kebijakan untuk memastikan perlindungan hak beragama dan berkeyakinan di Indonesia.