MDMC Lampung dan UNILA Berkolaborasi Tingkatkan Kapasitas Mitigasi Bencana di Desa Kunjir

WARTAMU.ID, Lampung Selatan – Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Lampung, yang juga dikenal sebagai Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Wilayah Lampung, turut serta dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (UNILA). Kegiatan tersebut berlangsung pada Sabtu, 19 Oktober 2024, di Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mitigasi pasca-bencana di Desa Kunjir, yang sebelumnya terdampak tsunami akibat longsoran Gunung Anak Krakatau pada tahun 2018. Pengabdian ini mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di desa tersebut, khususnya terkait dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana.

Pengabdian ini dipimpin oleh tiga dosen FISIP UNILA, yakni Dedy Hermawan, Moh. Nizar, dan Astiwi Inayah, dengan melibatkan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kalianda, pemuda Desa Kunjir, serta warga desa sebagai peserta. Kegiatan ini juga menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Irfan Lazuardi dari Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) dan Tri Priyo Saputro dari MDMC Wilayah Lampung, yang memberikan materi dan simulasi terkait mitigasi bencana.

Moh. Nizar dari UNILA menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk kolaborasi antara perguruan tinggi dan lembaga-lembaga yang memiliki keahlian dalam bidang kebencanaan. “Melalui kolaborasi ini, kami berharap peserta dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai mitigasi bencana, terutama karena Indonesia sebagai negara kepulauan yang rawan bencana membutuhkan edukasi yang serius tentang hal ini,” ujar Nizar.

Irfan Lazuardi menjelaskan berbagai aspek penting terkait manajemen dan penanggulangan bencana, termasuk kesiapsiagaan dan mitigasi. Ia menyoroti pentingnya pendidikan kebencanaan yang idealnya dimasukkan dalam kurikulum sekolah, seperti yang dilakukan di Jepang. “Pendidikan kebencanaan ini sangat terkait dengan penyelamatan nyawa. Di daerah terdampak bencana seperti Desa Kunjir, masyarakat harus memiliki peta bencana yang mencakup jalur evakuasi, titik kumpul, dan alat-alat tradisional seperti kentongan yang bisa digunakan sebagai tanda peringatan,” paparnya.

Tri Priyo Saputro menambahkan pentingnya pengendalian kepanikan melalui edukasi dan simulasi rutin. Ia menjelaskan bahwa kepanikan saat bencana dapat memicu reaksi yang tidak terduga. “Simulasi rutin setiap satu hingga tiga bulan sangat dibutuhkan untuk meminimalisir dampak buruk saat terjadi bencana. Pemuda desa dan karang taruna harus dilibatkan sebagai relawan kebencanaan karena mereka lebih mudah memahami teknologi serta metode tradisional seperti kentongan,” jelas Priyo.

BACA JUGA :  UWM Gelar Yudisium Prodi Kewirausahaan: Ilmu dan Budaya dalam Satu Langkah

Selain materi, Tri Priyo Saputro juga memberikan simulasi bencana gempa kepada peserta. Ia mengajarkan cara berlindung yang benar saat gempa, seperti berlindung di bawah meja dan menggunakan barang-barang sekitar untuk melindungi kepala dan leher dari runtuhan. Priyo juga menyoroti pentingnya desain pintu rumah yang seharusnya membuka ke arah luar agar memudahkan evakuasi.

Kegiatan edukasi dan simulasi kebencanaan ini tidak boleh dilakukan hanya sekali setahun, tetapi harus diadakan secara rutin dengan materi yang berjenjang. Dengan demikian, peserta dapat memahami dan mengaplikasikan ilmu kebencanaan yang didapat untuk memitigasi risiko bencana di desa mereka.

Dari kegiatan ini, diharapkan masyarakat Desa Kunjir akan semakin siap dalam menghadapi bencana di masa mendatang. Kolaborasi antara MDMC Lampung, UNILA, dan masyarakat desa ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk membangun ketahanan bencana di wilayah yang rawan bencana, sekaligus mendukung pencapaian SDGs di desa tersebut.