WARTAMU.ID, Jakarta – Pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif kini menjadi langkah progresif dalam upaya reformasi hukum di Indonesia. Konsep ini membawa perubahan paradigma dalam sistem peradilan dengan menekankan pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, bukan sekadar penghukuman.
Affandi Affan, SH, MH, CTA, seorang praktisi hukum sekaligus Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah, menegaskan bahwa restorative justice adalah kunci dalam menjawab tantangan keadilan hukum di Indonesia. “Pendekatan ini menciptakan keseimbangan yang diperlukan antara hak korban, tanggung jawab pelaku, dan kebutuhan masyarakat. Dengan restorative justice, kita tidak hanya menyelesaikan perkara, tetapi juga membangun kembali harmoni sosial yang rusak akibat tindak pidana,” jelas Affandi.
Penerapan restorative justice memiliki landasan hukum yang kokoh. Beberapa peraturan penting yang mendukung pendekatan ini antara lain:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- Pasal 184 ayat (1) memungkinkan hakim mempertimbangkan penyelesaian konflik melalui perdamaian antara pelaku dan korban, khususnya dalam kasus tindak pidana ringan.
- Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020
- Pasal 8 ayat (2) memungkinkan penghentian penuntutan jika pelaku dan korban mencapai kesepakatan damai. Pendekatan ini bertujuan memulihkan hubungan dengan syarat kerugian telah diperbaiki.
- Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021
- Mengarahkan polisi untuk menangani kasus pidana ringan dengan pendekatan restorative justice. Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa langkah ini bertujuan menciptakan perdamaian sebelum kasus berlanjut ke proses hukum.
- Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2018
- Memberikan panduan bagi hakim untuk memfasilitasi mediasi antara pelaku dan korban sebagai bagian dari sistem peradilan yang restoratif.
Prof. Muladi dalam bukunya Restorative Justice: Sebuah Perspektif Hukum Progresif menyatakan bahwa pendekatan ini adalah solusi humanis yang tidak hanya berfokus pada penghukuman, tetapi juga pada pemulihan sosial. Restorative justice dianggap dapat mengurangi tekanan pada sistem peradilan sekaligus menciptakan harmoni sosial.
Prof. Satjipto Rahardjo dalam Hukum dan Perubahan Sosial juga menyebutkan bahwa hukum harus menjadi alat untuk menciptakan keseimbangan sosial. “Restorative justice adalah manifestasi hukum yang lebih humanis, yang menjembatani keadilan formal dan kebutuhan sosial,” tulisnya.
Affandi Affan, yang juga Managing Partners Serambi Law Firm, menekankan pentingnya penerapan pendekatan ini oleh aparat penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa, hingga hakim. “Dengan penerapan restorative justice, kita dapat mengurangi residivisme, meringankan beban sistem peradilan, dan menciptakan sistem hukum yang lebih manusiawi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, “Dengan pendekatan ini, institusi hukum tidak hanya mengurangi beban, tetapi juga mencegah dampak sosial yang lebih besar akibat proses hukum yang berlarut-larut.”
Penerapan restorative justice yang berlandaskan hukum merupakan jawaban nyata atas tantangan hukum modern. Dengan fokus pada keadilan sosial, pendekatan ini tidak hanya membantu menyelesaikan perkara tetapi juga memperkuat harmoni dalam masyarakat Indonesia. Pendekatan ini diharapkan menjadi prioritas dalam mewujudkan reformasi hukum yang lebih humanis dan inklusif.