WARTAMU.ID, TANGGAMUS – Publik dikejutkan oleh sebuah video viral berdurasi 9 detik yang memperlihatkan tindakan tidak terpuji seorang siswa SMP Negeri 1 Pematang Sawa, Kabupaten Tanggamus, yang membully teman sekelasnya. Video yang beredar di berbagai jejaring media sosial ini telah memicu kemarahan banyak orang dan menimbulkan diskusi serius mengenai langkah penanganan kekerasan di kalangan pelajar.
Korban bullying yang berinisial A, merupakan siswa SMP Negeri 1 Pematang Sawa. Dalam video yang beredar, A terlihat mengenakan seragam pramuka dan sedang duduk di tanah berpasir. Saat A hendak bangkit berdiri, tiba-tiba seorang siswa melayangkan tendangan ke arah dadanya, seperti dalam adegan film laga. Di detik terakhir, pelaku tampak mengepalkan tangan seolah hendak memukul A yang terjatuh di tanah. Ironisnya, aksi tersebut disaksikan oleh beberapa teman sekelas yang tidak terlihat berusaha melerai.
Video ini pertama kali diunggah ke media sosial Facebook oleh akun Tapis Jejama Tanggamus II, dan sejak saat itu menjadi topik hangat. Dalam salah satu unggahannya, akun tersebut mempertanyakan langkah hukum yang seharusnya diambil terkait kasus ini. “Kita pantau dan bagi yang tau hukum. Apa sudah bisa kita melaporkan penganiayaan dan pengancaman, sebab korban diancam akan dianiaya kembali jika mengadu,” tulis akun tersebut.
Pihak keluarga korban merasa kecewa dengan respons lambat pihak sekolah dalam menangani kasus ini. Dalam rapat yang digelar di sekolah, pihak SMP Negeri 1 Pematang Sawa belum memberikan izin untuk melaporkan kejadian ini ke pihak berwenang, dengan alasan menunggu hasil pemeriksaan medis korban yang dijadwalkan esok hari. Namun, keluarga korban mengaku tidak terima dengan penundaan ini, mengingat kondisi kesehatan A yang pernah menjalani operasi usus buntu dan dikhawatirkan memburuk akibat kekerasan yang dialaminya.
“Kami berharap kasus ini ditindaklanjuti sesuai undang-undang, antara hukum dan penganiayaan,” ujar pihak keluarga korban, yang berharap masalah ini dapat diselesaikan secara adil dan tegas.
Menurut informasi yang diperoleh dari akun Tapis Jejama Tanggamus II, keluarga korban baru mengetahui kejadian tersebut pada Sabtu sore, 10 Agustus 2024, namun A tidak segera bercerita karena takut atas ancaman yang diterimanya jika melapor. “Semalam ditanya ibunya dan dia bilang diancam kalau ngadu,” ungkap akun tersebut.
Sementara itu, pihak keluarga telah membawa A ke RSUD Batin Mangunang, Kotaagung, untuk menjalani pemeriksaan rontgen guna mengetahui kondisi kesehatannya.
Kepala SMP Negeri 1 Pematang Sawa, Burhanuddin, menjelaskan bahwa insiden perundungan tersebut terjadi saat jam istirahat. “Awalnya, beberapa siswa tidak terlibat dalam perkelahian. Namun, adanya provokasi dari siswa kelas 9 menyebabkan perkelahian terjadi. Siswa kelas 9 tersebut bahkan sempat merekam kejadian itu dalam sebuah video,” ujarnya.
Burhanuddin juga menyatakan bahwa pihak sekolah secara rutin memberikan himbauan mengenai pentingnya menjaga tata tertib, termasuk larangan melakukan tindakan pemalakan dan perundungan. Meskipun demikian, insiden ini tetap terjadi. “Setelah kejadian, pihak sekolah segera memanggil empat siswa yang terlibat untuk menyelesaikan permasalahan secara internal dengan melibatkan Guru BK. Namun, masalah ini kemudian berkembang dan dibawa ke tingkat orang tua siswa,” jelasnya.
Hari ini, Senin 12 Agustus 2024, sekolah mengundang orang tua dari keempat siswa tersebut, kepala pekon dari beberapa pekon terkait, komite sekolah, dan Babinkamtibmas untuk mencari solusi yang lebih komprehensif dan melibatkan semua pihak.
Video bullying ini juga telah menyebar luas di berbagai grup WhatsApp, memicu keprihatinan warga Kabupaten Tanggamus. Aprianto, warga Pekon Sukaraja, Kecamatan Semaka, mengungkapkan keprihatinannya atas kejadian tersebut. Menurutnya, bullying dapat menyebabkan trauma psikologis pada korbannya. “Anak yang dibullying akan mengalami tekanan psikologis setiap kali di sekolah, dan itu akan berdampak pada penurunan semangat dan prestasi di sekolah. Tentunya hal ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Aprianto.
Aprianto juga berpendapat bahwa pihak sekolah harus bertanggung jawab, memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan, serta memberikan pengawasan ketat terhadap pelaku bullying. “Dengan mencuatnya persoalan ini, keluarga pelajar pelaku bullying dan korban bisa dimediasi, tetapi harus dipastikan bahwa pelaku kapok untuk mengulang aksinya di kemudian hari,” tambahnya.
Tomson, warga Pekon Air Naningan, Kecamatan Air Naningan, memiliki pandangan yang lebih tegas. Menurutnya, penyelesaian melalui jalur hukum perlu diambil untuk memastikan pelaku bullying mendapatkan ganjaran yang sesuai. “Dalam kasus bullying, pelaku biasanya mengancam korban agar tidak melapor. Masalah ini sudah viral di Kabupaten Tanggamus, dan selalu ada kemungkinan pelaku membalas dendam dengan tindakan yang lebih brutal,” jelas Tomson.
Tomson juga menambahkan bahwa pelaku bullying secara psikologis merasa superior, yang bisa menjadi bibit perilaku psikopat jika tidak ditangani dengan tepat. “Ini sangat berbahaya jika tidak ada penanganan khusus,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi perhatian serius di masyarakat, dan langkah-langkah tegas serta penyelesaian yang adil diharapkan bisa diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.