WARTAMU.ID, Hikmah – Talak atau cerai adalah suatu tindakan yang sangat tidak disukai oleh Allah, tetapi dalam keadaan tertentu, Islam membolehkan talak sebagai jalan terakhir ketika masalah dalam rumah tangga tidak lagi dapat diatasi dan jika pernikahan dilanjutkan akan mendatangkan bahaya. Talak merupakan ikrar yang memutuskan hubungan suami istri, dan hal ini diatur dalam Islam. Namun, bagaimana jika talak dijatuhkan ketika suami berada dalam kondisi emosi yang tinggi dan tidak sadar?
Emosi merupakan perasaan batin yang terus-menerus timbul dari hati seseorang, bukan dari akal pikiran. Dalam kondisi tertentu, emosi bisa menutup atau tidak menutup akal pikiran. Jika seorang suami yang sedang dalam keadaan emosi namun akal pikirannya masih berfungsi normal menjatuhkan talak, maka talak tersebut dianggap sah dan jatuh. Namun, jika suami berada dalam kondisi emosi yang menutup akal pikirannya, talak yang dijatuhkan tidak sah.
Dalil yang mendasari hal ini adalah bahwa orang yang berada dalam keadaan emosi yang menutup akal pikirannya disamakan dengan orang yang sedang mabuk. Dalam keadaan mabuk, perbuatan penting seperti shalat tidak sah karena akal pikirannya tertutup. Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam QS. an-Nisa (4): 43 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan …” (QS. an-Nisa (4): 43).
Begitu pula dengan talak yang dijatuhkan dalam kondisi emosi yang menutup akal pikiran, maka talak tersebut tidak jatuh. Hal ini juga ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap talak (yang dijatuhkan suami) adalah sah, kecuali talak (suami) yang tertutup akalnya.” (HR. at-Turmuzi dan al-Bukhari, hadits ini mauquf).
Selain itu, talak yang dijatuhkan suami haruslah dilakukan secara resmi, lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya. Salah satu rukun talak adalah kehadiran dua orang saksi laki-laki, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. ath-Thalaq: 2 yang artinya: “… Saksikanlah dengan dua orang saksi di antara kamu, dan lakukanlah persaksian itu karena Allah …” (QS. ath-Thalaq: 2).
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 30 dan 39, setiap perceraian harus dilakukan di hadapan sidang Pengadilan Agama atas ketetapan dan keputusan hakim. Hal ini dipertegas oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Keputusan Menteri Agama No. 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Dengan demikian, talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya tanpa melalui proses pengadilan dan tidak disaksikan oleh dua orang saksi tidak sah menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Jika talak dilakukan sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan, maka talak tersebut sah dan dapat dirujuk jika masih dalam talak satu atau dua kali.
Talak yang dijatuhkan di luar pengadilan tidak memiliki kekuatan hukum dan dianggap tidak sah. Oleh karena itu, sangat penting bagi pasangan suami istri untuk memahami ketentuan talak baik menurut syariat maupun hukum yang berlaku agar tidak terjadi kesalahpahaman atau pelanggaran.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 14, 2003 dengan perubahan, dilansir dari muhammadiyah.or.id