RAGAM  

Merawat Toleransi Umat Beragama Di Kota Bandar Lampung

Oleh Arif Safrulloh

Arif Safrulloh

WARTAMU.ID, Suara Pembaca – Bumi seharusnya menjadi tempat yang damai penuh berkah bagi umat manusia, mata’un ila hin. Namun, terserah pada manusia itu sendiri apakah ingin hidup rukun atau sibuk dengan konflik dan saling berkelahi. Salah satu faktor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap terciptanya suasana kehidupan manusia adalah agama. Secara sosiologis, agama memiliki peran dan fungsi ganda, bisa bersifat konstruktif atau destruktif. Secara konstruktif, ikatan agama seringkali lebih besar daripada ikatan darah dan kekerabatan atau ikatan darah. Jadi, karena agama, suatu komunitas atau masyarakat dapat hidup kokoh dalam persatuan, kerukunan, dan kedamaian. Di sisi lain, di sisi destruktif, agama juga memiliki kekuatan untuk menghancurkan persatuan bahkan pertalian darah. Oleh karena itu, konflik dengan latar belakang agama sulit diprediksi hasilnya.

Tulisan ini membahas tentang tingkat toleransi antar umat beragama di masyarakat perkotaan dengan karakteristik sosial dan budaya yang berbeda. Seperti kota-kota lain, Bandar Lampung dicirikan oleh heterogenitas sosial. Dalam statusnya sebagai pusat pemerintahan di Lampung dan kota pendidikan dan pariwisata, kehadiran pendatang dari daerah lain di Indonesia dan luar negeri tidak dapat dikendalikan. menghindari. Para pendatang ini banyak yang kemudian menjadi penduduk Kota Banda Lampung, dan komposisi penduduk Kota Banda Lampung pun semakin beragam. Keberagaman ini di satu sisi berpotensi meningkatkan daya tarik Kota Bandar Lampung, namun di sisi lain juga berpotensi menimbulkan konflik akibat keragaman identitas.

Bandar Lampung sebagai kota yang beragam tidak hanya terbentuk saat ini, tetapi juga mengalami proses sejarah yang panjang. Keberagaman Kota Bandar Lampung terbentuk lebih dari satu abad yang lalu. Keanekaragaman ini terdiri dari berbagai suku bangsa yang tinggal di Bandar Lampung, seperti yang berasal dari Jawa, Batak, Minangkabau, Palembang, dan mereka yang pertama kali tinggal di wilayah Bandar Lampung orang Lampung.

Masyarakat yang berbeda secara inheren menghadapi risiko konflik antara kelompok yang berbeda, memiliki tingkat toleransi yang berbeda di daerah yang berbeda, dan menangani masalah ini secara berbeda. Dalam konteks Kota Bandar Lampung, data yang ada tidak mengungkap banyaknya kasus intoleransi yang terjadi di Kota Banda Lampung. Namun, mengingat sifat penduduk yang sangat beragam, masalah toleransi ini tetap perlu disikapi agar potensi konflik yang mungkin timbul dapat dicegah.

Untuk itu, Kota Banda Lampung memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjaga toleransi antar umat beragama, khususnya di Kota Bandar Lampung yang sangat terasa keberagamannya. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan kota adalah pilar utama untuk menjaga toleransi antaragama. Harus ada upaya untuk membangun kota yang inklusif sehingga dapat berdampak luas di luar kota.

Tito menegaskan, upaya pemerintah kota bisa dibangun melalui dialog yang mendalam. Kemudian melakukan mediasi dan membentuk tim terpadu untuk mencegah dan mengelola konflik sosial. “Keragaman yang ada di negara kita harus dijaga agar tidak menjadi masalah. Menurutnya, di Indonesia ada peraturan yang menjadi pedoman untuk menjaga toleransi antar umat beragama. Peraturan tersebut adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Serta, Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 2 Tahun 2013 mengenai Penanganan Gangguan Keamanaan Dalam Negeri.

Sementara itu Wali Kota Bandar Lampung Ibu Eva Dwiana mengatakan pihaknya kerap melibatkan tokoh masyarakat dan agama dalam setiap pengambilan keputusan. Menurutnya, peran serta tokoh sangat penting dan merupakan bentuk kerjasama semua pihak. “Misalnya vaksin itu menyebar luas dan kita lakukan melalui tokoh agama dan FKUB dan mendorong mereka. Alhamdulillah masyarakat terlibat dan 75% divaksin. Kalau kita lewat pemerintah, mereka tidak mau keluar kalau pintu ke pintu”

Harapan kedepan untuk pemerintah kota Bandar Lampung tidak hanya fokus dengan tata kelola kenegaraan (state building) di tingkat kota, tapi juga dalam hal ini merawat ruh kebangsaan (nation building), dalam hal ini mewujudkan kota yang lebih toleran. Sehingga kota Bandar Lampung  mampu menjadi kota inklusif, aman, tangguh berkalanjutan dan ramah HAM.