WARTAMU.ID, Subang – Nenek Satinah (83 tahun), warga Kampung Gunung Tua RT.03 RW.09 Desa Gunung Tua, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, kini hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Janda dengan tujuh anak ini tinggal seorang diri di rumah yang sudah tidak layak huni (rutilahu). Suaminya telah meninggal dunia sejak tahun 1979, sementara sebagian besar anak-anaknya tinggal di kota, dan beberapa lainnya tinggal terpisah di kampung yang sama karena sudah berkeluarga.
Di usia lanjutnya, Nenek Satinah tidak banyak melakukan aktivitas fisik. Untuk bergerak, ia harus menggunakan tongkat, sehingga sehari-hari ia hanya bisa berdiam di rumah. Kebutuhan makanan dan keperluan sehari-harinya pun hanya bergantung pada anaknya yang masih tinggal di Kampung Gunung Tua, meskipun sudah berbeda rumah.
Kondisi rumah yang ditinggali Nenek Satinah saat ini sudah sangat membahayakan. Beberapa tembok telah retak parah dan terbelah, terutama di bagian belakang rumah serta pintu kamar. Bahayanya, retakan tersebut bisa saja menyebabkan tembok roboh kapan saja, terutama jika terjadi angin kencang atau hujan deras.
Tak hanya itu, atap rumahnya juga sudah banyak yang bocor. Sebagian besar atap rumah tidak lagi terpasang dengan baik dan hanya disangga oleh bambu seadanya. Saat musim hujan, rumah Nenek Satinah seringkali kebanjiran air yang merembes melalui tembok yang retak dan atap yang bocor.
“Kalau musim hujan, banyak yang bocor, air masuk ke dalam,” kata Nenek Satinah.
Di tengah usianya yang sudah lanjut, Nenek Satinah hanya berharap bisa tinggal di rumahnya dengan tenang, tanpa rasa takut jika sewaktu-waktu tembok rumahnya ambruk.
“Iya, takut. Cuma mau bagaimana lagi, sudah mencoba lapor ke pemerintahan setempat, tapi belum ada respon,” ucapnya dengan sedih.
Mustafa Kamal, seorang relawan yang juga tetangga Nenek Satinah, telah berusaha melaporkan kondisi rumah Nenek Satinah kepada pihak RT dan pemerintah desa. Namun, hingga kini, belum ada tindakan nyata yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi rumah tersebut.
“Sudah mengajukan ke RT dan Desa terkait kondisi rumah Nenek Satinah, tapi katanya gak ada anggaran,” ujar Mustafa.
Mustafa menambahkan bahwa banyak rumah tidak layak huni di desa tersebut yang seharusnya mendapat perhatian serius. “Jangankan rumah yang mau ambruk, yang sudah ambruk saja tidak ada anggaran untuk memperbaiki,” tambahnya.
Ia juga mengkritisi lambatnya birokrasi dalam menangani masalah-masalah masyarakat seperti ini. Menurutnya, jika pemerintah desa benar-benar berniat membantu, mereka bisa memanfaatkan pengaruh dan jabatan untuk menggalang bantuan dari pengusaha lokal.
“Kalau pemdes mau bantu, dia bisa menggunakan jabatan serta kekuasaannya untuk masyarakat lewat orang-orang yang usaha di daerah Gunung Tua, seperti minta sumbangan ke toko dan pengusaha-pengusaha lain,” ucap Mustafa.
Ia meyakini bahwa jika ada inisiatif dari pemerintah desa, dana untuk memperbaiki rumah Nenek Satinah bisa terkumpul dengan cepat. Namun, menurutnya, kurangnya niat dari pihak berwenang menjadi penghalang utama.
“Saya yakin kalau cara dan inisiatif itu dipakai, cepat terkumpulnya. Tapi kalau pemdesnya malas, ya gak akan jadi,” tandas Mustafa.
Nenek Satinah kini hanya bisa berharap ada bantuan dari pemerintah maupun donatur yang tergerak hatinya untuk memperbaiki kondisi rumahnya, sehingga ia bisa tinggal dengan lebih aman di sisa usianya.