RAGAM  

Penelitian Kualitatif Inovasi Akar Rumput Green Islam di Desa Glagahagung Banyuwangi

Wawancara mendalam ini melibatkan berbagai unsur masyarakat, seperti Kepala Desa, aktivis lingkungan desa, tokoh agama, dan perwakilan masyarakat setempat

WARTAMU.ID, Banyuwangi – Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah melaksanakan penelitian kualitatif mengenai Inovasi Akar Rumput Green Islam: Tradisi Keberlanjutan Muslim Indonesia. Penelitian ini berlangsung di salah satu desa dampingan Eco Bhinneka Muhammadiyah, yakni Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Peneliti yang diterjunkan dalam penelitian ini adalah Muhammad Yaufi Nur Muti’ullah, yang akan melakukan wawancara mendalam sejak tanggal 7 hingga 14 Oktober 2024.

Wawancara mendalam ini melibatkan berbagai unsur masyarakat, seperti Kepala Desa, aktivis lingkungan desa, tokoh agama, dan perwakilan masyarakat setempat. Selain dari desa dampingan Eco Bhinneka, observer juga akan melibatkan desa lain yang belum memiliki inovasi di bidang lingkungan.

Pada hari pertama penelitian, Muhammad Yaufi Nur Muti’ullah bertemu dengan Kepala Desa Glagahagung, Ibu Mimin Budiarti, di ruang kantornya. Dalam wawancara tersebut, Ibu Mimin menyampaikan pentingnya gerakan dan inovasi di akar rumput yang mengaitkan isu agama, sosial, dan ekonomi. “Isu lingkungan ini kami juga menggandeng tokoh masyarakat, agama, dan komunitas. Saya mendorong kajian di masjid agar dapat menyentuh masyarakat. Selain ngaji, kami juga mengingatkan untuk tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga kebersihan,” paparnya.

Selain wawancara dengan Kepala Desa, penelitian ini juga melibatkan dua aktivis lingkungan di Desa Glagahagung. Supriyono, salah satu aktivis Pemuda Muhammadiyah, menyatakan bahwa keterlibatan aktif dalam kegiatan lingkungan berawal dari partisipasinya dalam diskusi di Eco Bhinneka. “Waktu itu saya mengikuti sebuah diskusi dengan teman-teman lintas agama dan komunitas untuk menggali permasalahan lingkungan di desa saya. Dari situ saya merasa tergerak untuk lebih berkontribusi,” ungkapnya.

Aktivis lainnya, Ade Lestiou, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah Kecamatan Purwoharjo, menekankan pentingnya gerakan di bidang pupuk organik. “Saya sudah beberapa tahun bergerak di bidang pupuk organik. Ini adalah cara saya untuk menyelamatkan bumi dari efek pupuk kimia. Saya ikut kajian-kajian, berpartisipasi di kelompok tani, dan memiliki pertanian percontohan menggunakan pupuk organik,” paparnya. Ia juga mengaitkan isu lingkungan dengan aspek agama, menunjukkan bahwa kesadaran lingkungan dapat digerakkan melalui pendekatan spiritual.

Muhammad Yaufi Nur Muti’ullah menjelaskan bahwa pemilihan Desa Glagahagung sebagai objek penelitian tidak tanpa alasan. “Desa ini memiliki program inovasi lingkungan yang menarik. Tidak salah jika dijuluki Desa Eco Bhinneka. Program pengelolaan sampah, penggunaan pupuk organik, serta kerajinan tangan masyarakat untuk mengubah hasil bumi menjadi aksesoris adalah beberapa alasan saya memilih desa ini. Selain itu, desa ini juga mampu menyatukan umat dari berbagai agama untuk peduli pada pelestarian lingkungan, termasuk Islam, Hindu, Kristen, dan kepercayaan masyarakat setempat,” ungkapnya.

Dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang inovasi lingkungan yang digerakkan oleh akar rumput dalam konteks keberagaman budaya dan agama di Indonesia, serta memperkuat upaya pelestarian lingkungan melalui kolaborasi lintas agama.