WARTAMU.ID, Suara Pembaca – Tuberkulosis yang sering disebut dengan TBC merupakan penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang banyak menyerang paru-paru. Dalam perkembangannya kuman ini menyerang juga berbagai organ tubuh manusia sepeti kelenjar, otak, tulan, kulit, dll. TBC bukan penyakit yang disebabkan oleh guna-guna atau kutukan dan juga bukan penyakit keturunan, namun penyakit ini dapat menyerang siapa saja. Artinya semua manusia memiliki kesempatan yang sama tertular TBC
TBC sampai dengan saat ini, masih menjadi salah masalah kesehatan masyarakatan di dunia. Walaupun program penanggulan TBC telah dijalankan di banyak negara dari tahun 1995. Namun karena kompleksitas tandangan dalam penanggulan menjadi catatan tebal dari tahun ketahun baik itu bagi pemerintah, tenga kesehatan dan relawan TBC. Tantangan itu mulai dari rendahnya komitmen kepemimpinan, saranan prasana, kualitas pelayanan TBC, kurang maksimal membangun kemitraan sampai pada lemahnya saran informasi tentang penanggulan TBC.
Dalam pemberitaan sehatnegeriku.kemkes.go.id menyebutkan bahwa Kementrian Kesehatan menargetkan penurunan angka kasus TBC hingga 65 kasus per 100 ribu penduduk. Tentunya ini merupakan target yang realitis dalam hitungan penyebaran serta keberhasilan pengobatan. Walaupun diakui masih banyak yang harus diperbaiki, baik secara sistem maupun kemitraan dalam penanggulan TBC. Maka memaksimalkan peran-peran masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanguna TBC bisa juga mempercapat dalam memenuhi target yang telah ada.
TBC masih ada disekitar kita, kira itu tidak berlebihan karena kuman TBC senantiasa menyebar dengan penyebaran 10-15 orang pertahun dari 1 orang positif TBC. Setiap hari, lebih dari 4.100 orang meninggal dunia dan hampir 30.000 orang jatuh sakit disebabkan oleh TBC. Meskipun demikian bahwa sakit ini dapat disembuhkan dan proses kesembuhannya membutuhkan waktu serta kesungguh dalam pengobatannya secara bersama. Oleh karenanya usaha-usaha sejak dini untuk mendeteksi pernyebaran TBC harus segara dicari formula yang efektif dan efesien. Sinergi antara tenanga kesehatan, relawan, tokoh agama, tokoh masyarakat dan kelompok masyarkat akan menjadi satu jalan untuk deteksi penyebaran TBC.
Persoalan TBC yang ada, bukan hanya persolan kekurangan gizi dalam bentuk fisik. Namun jauh dari itu bahwa pemerintah harus juga mendesain kebijakan untuk membangun kedasaran dan pemahaman masyarakat terhadap TBC. Kiranya kemetrian kesehatan memiliki media peanggulan TB sehingga angkan penuluran dan kematian pun bisa menurun karena kejelasan informasi dan kayanya pengetahuan.
Momentum hari Tuberkulosis (TB Day) sudah semesti mejadi media informasi dalam penyebaran program penanggulan dan pengobatan TBC. Selian itu juga TB Day dapat menjadi kesempatan untuk para relawan dan kader TB untuk mengkampanyekan perilaku untuk mengakhiri penderitaan dan kematian manusia karena TBC. Dimana dari kutipan laman resmi organisasi kesehatan dunia (WHO), dimana hari Tuberculosis Sedunia di tahun 2022 mengangkat tema “Invest to End TB, Save Lives” dari tema besar itu diturunkan di Indonesi memperingati hari TBC Sedunia 2022 menjadi “Investasi untuk Eliminasi TBC Selamat Bangsa”.
Tema ini menjadi isyarat bahwa semua orang harus peduli dan memberikan kontribusi tehadap penanggulan TBC. Karena itu kementrian kesehatan memiliki tanggung jawab untuk menggerakan segenap tenaga kesehatn untuk dapat memberikan contoh dalam invetasi eliminasi TB. Pelibatan lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Kanan-kanan sampai Perguruan Tinggi juga harus ditempuh. Pelibatan organisasi masyarakat yang memiliki basis warga dan anggota, diberikan ruang untuk melakukan penyluhan yang tersistem, tertata sehingga tujuan eleminasi TBC untuk Indonesia bebas TB di tahun 2030, bukan hanya khayalan namun dapat diwujudkan.
Relawan yang tergabung dalam lembaga yang peduli TBC, sudah semestinya oleh pemerintah diberikan kemudahan dalam mengakses dalam rangkat perceptan eleminasi TBC. Melibatkan dalam setiap kegiatan penaganggulan TBC yang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah bersama lembaga pendulum TBC apapun itu namanya, merawat dan menjaga kader bukan secara fisik maupun secara psikisis. Kader bukan saja diberikan bekala pengetahuan secara intelektual namun mereka juga harus diberikan bekal pengetahuan secara emosional.
Mari kita sadari, bahwa TBC adalah penyakit yang akan melemahkan manusia bukan saja menjadi miskin secara harta benda. Namun TBC akan memiskikan manusia dari relasi sosial. Adalah benar jika TBC adalah penyakit menular namun jangan dijauhi orang yang sendang menderita TBC. Bahwa TBC bukan penyakit keturunan, maka TBC dapat disembuhkan jika pasien TBC melakukan pengobatan tidak terputus sesuai dengan dosis yang telah dianjurkan. Maka jangan pernah malu karena TBC dan jangan.
Oleh : Hasbullah
Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Artikel ini merupakan kiriman pembaca wartamu.id. (Terimakasih – Redaksi)