WARTAMU.ID, Makassar – Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kota Makassar secara tegas mengecam pemberlakuan ketentuan penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar yang diatur dalam Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 28 dan 104 ayat 2 poin b Tahun 2024. Dalam rapat Pimpinan Daerah IPM Kota Makassar yang diadakan pada Ahad (11/8/2024) sore, Ketua PD IPM, Ashabul Kahfi, menyatakan bahwa ketentuan tersebut bersifat liberalisasi dan tidak sesuai dengan budaya Kota Makassar yang mengedepankan etika moral dan syariat Islam.
Ashabul Kahfi didampingi oleh Ketua Bidang Advokasi dan Perkaderan, Alif Nugraha dan Irham Munasdar, dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh personel PD IPM Kota Makassar. Dalam pernyataannya, Ashabul Kahfi menekankan bahwa ketentuan ini seakan-akan melegalkan zina dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2024 serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan berilmu.
“Kita mesti kecam dan tolak pelaksanaan ketentuan ini. Bukan itu saja, kita pun perlu mengajak dan mendorong kawan-kawan Ormas Pelajar Islam untuk menolak dan atau membuat aturan khusus mengecualikan pelajar pada ketentuan itu ke Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan DPRD Kota Makassar,” ujar Ashabul Kahfi.
Tis’a Mukarromah, Ketua Bidang Kesehatan PD IPM Kota Makassar, juga mengutarakan pendapatnya bahwa ketentuan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar tidak sesuai dengan moral bangsa yang menganut Pancasila. Ia menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi pelajar adalah ketentuan “aneh” yang seakan melegalkan zina dan sangat sekuler serta tidak sesuai dengan budaya bangsa.
Sejumlah tokoh agama dan pimpinan Muhammadiyah Pusat turut menyampaikan kecaman keras terhadap regulasi tersebut. “Kita prihatin dan miris dengan klausul tersebut. Mau dibawa ke mana generasi ini? Ketentuan itu jauh sekali dari nilai-nilai syariah dan budaya bangsa kita. Ketentuan itu mesti dicabut,” ujar salah satu pimpinan pusat Muhammadiyah.
Selain menyampaikan kecaman, Ashabul Kahfi juga mengusulkan beberapa solusi, seperti pentingnya peran keluarga sebagai benteng pertahanan terhadap segala bentuk kebejatan moral yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Ia menekankan pentingnya pengawasan orang tua terhadap sikap dan perilaku remaja, agar mereka tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. Selain itu, peran para guru di sekolah juga dinilai sangat penting dalam membentuk sikap dan tindakan remaja terkait pergaulan.
Mengakhiri penyampaiannya, Ashabul Kahfi meminta seluruh pengurus IPM, baik di tingkat daerah, kecamatan, maupun ranting, agar berkolaborasi dengan berbagai Ormas pelajar Islam untuk bersama-sama memahami potensi sekulerisasi dan liberalisasi dari ketentuan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan. Pada Hari Jum’at mendatang, IPM Kota Makassar berencana mengadakan dialog terkait penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar, sekaligus deklarasi penolakan atas keputusan pemerintah tersebut.
“Saya khawatir akan rusaknya generasi kini dan masa depan dengan adanya ketentuan-ketentuan peraturan seperti ini,” pungkas Ashabul Kahfi.