WARTAMU.ID, Humaniora – Tahun ini ada dua agenda besar. Muktamar Muhammadiyah dan jelang satu abad Nahdlatul Ulama (NU). Momen ini menjadi pertaruhan siapa yg paling dominan di jagad maya. NU selama ini dikenal kuat dalam dakwah di media sosial. NU dengan dukungan dana dari berbagai sponsor dalam dan luar negeri dapat menempatkan websitenya sebagai 20 teratas media Islam versi alexa.
Sementara muhammadiyah baru terlontar pemikirannya saja. Belum pernah secara terstruktur, masif dan sistemik menyusun agenda besar dakwah di dunia Maya. Secara nyata, Muhammadiyah tidak pernah serius menyikapi dakwah digital ini. Ini dialami di semua level pimpinan. Hanya sekedar terucap, “Ya, kita (Muhammadiyah) tertinggal di dakwah digital,” atau “Kita harus mulai dakwah digital,” tapi gerutuan ini tidak pernah di turunkan dalam bentuk aksi. Satu periode ini masih belum jelas arah gerakan dakwah digital Muhammadiyah. Bahkan bisa di periode berikutnya pun akan terjadi hal yang sama. Tidak menutup kemungkinan.
Beruntung Muhammadiyah memiliki kader-kader yang peduli dengan persyarikatannya. Dengan inisiatif sendiri mereka mencemplungkan diri dalam rimba digital dengan membawa Panji Muhammadiyah. Mereka, secara sendiri atau berkelompok, turun ke Medan juang perang cyber. Bersenjatakan laptop, hp, kuota dan kopi sendiri. Berjibaku menahan gempuran cyber army dari kelompok tertentu yang mencoba menyerang Muhammadiyah.
Mereka ini seperti santai pegang hp, depan laptop, pake headset tak ayal seperti anak pengangguran yang menghabiskan waktu dengan kegiatan tak jelas. Tapi di balik itu, merekalah benteng kokoh penangkal serangan itu. Cyber troop yang tak pernah dilirik sebagai bagian dari dakwah Muhammadiyah. Ya, karena mereka tidak mendirikan sekolah, tidak mendirikan rumah sakit, tidak berdiri di atas mimbar. Mereka di balik kamar, introvert dan nokturnal.
Beruntung ada Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). UMS menyadari pentingnya jihad algoritma ini. UMS mengumpulkan seratus pegiat dakwah digital di kampusnya (22-24 Juli 2022). Kepentingan mereka satu Saja. Agar muktamar November berbunyi dan berdengung di jagad Maya. UMS menyadari pemberitaan Muktamar memerlukan kolaborasi dengan banyak pihak. Media mainstream mereka undang, tetapi jihadis algoritma juga diperlukan. Targetnya muktamar viral dan trending topik.
Jambore Media Afiliasi Muhammadiyah menjadi momentum strategis bagi persyarikatan. Sebanyak 90 media bergabung dan mendeklarasikan berdirinya entitas kultural Muhammadiyah, Jaringan Media Afiliasi Muhammadiyah. Mereka bersepakat, untuk waktu dekat ini akan sepenuh jiwa menyukseskan Muktamar. Dalam waktu jauhnya mereka akan menjadi garda dakwah algoritma Muhammadiyah. Sehingga tagline berkemajuan itu benar-benar berkemajuan. Dengan atau tanpa pimpinan-pimpinan Muhammadiyah di berbagai level. Tokh selama ini, mereka pun telah berjalan tanpa dukungan persyarikatan.
Gerakan dakwah digital ini akan terus dievaluasi. Sebab perkembangan dunia Maya semakin cepat. Setidaknya mereka akan berkumpul lagi di tahun depan, 24 Juli 2023 di acara milad jaringan media affiliasi Muhammadiyah. Dan UMS bersedia memfasilitasi kembali. “Bila tidak ada tempat untuk Jambore, kami selalu siap untuk media afiliasi Muhammadiyah. Datang saja ke UMS, insyaallah kami berikan layanan terbaik,” pesan Prof. Anam.
Oleh : Kelik N Widiyanto
Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PW Muhammadiyah Jawa Barat
Artikel ini merupakan kiriman pembaca wartamu.id. (Terimakasih – Redaksi)