WARTAMU.ID – Salah satu elemen penting dalam demokrasi ialah pers atau media sebagai sarana informasi publik yang memberikan serta menyajikan kabar berita secara data dan fakta maupun opini terhadap sebuah peristiwa. Media tentu memiliki arah kebijakan masing-masing sesuai dengan visi dan misinya. Tentu pers atau media pun telah diatur secara hukum perundang-undangan dan konstitusional. Media menjadi alat sebagai penghubung antara semua spekturm yang ada dari berbagai aspek kehidupan. Media sangat besar pengaruhnya dalam membangun opoini, mempengaruhi publik, menjadi referensi masyarakat, sumber validitas dan berbagi bentuk lainnya. Media konvensional maupun media nasional ataupun media mainstream menjadi konsumsi publik dari semua kalangan. Apapun yang disiarkan oleh media menjadi bagian kebenaran bagi publik dan masyarakat terlepas dari valid atau tidaknya sebuah pemberitaan. Menjadikannya menarik bila media yang semestinya harus dan wajib menjunjung tinggi netralitas, objektivitas dan akuntabikitas serta kapabilitas dicederai menjadi media underbow, media partisan, media order, media back up dan media yang berkeberpihakan pada salah satu kelompok, organisasi, golongan, partai, dan barisan tertentu. Sebab media ada pemiliknya dan media juga memiliki tujuan profit oriented untuk memastikan operasional manajemen dapat berjalan dengan baik.
Namun media terkadang terlihat sangat pragmatis dan sangat oportunis terhadap penguasa dan pemerintahan. Semangat kritisme bisa hilang menjadi semangat transaksionalisme sehingga kode etik jurnalistik pun seakan dipermainkan dicari celahnya alias tidak peduli aturan hukumnya. Media punya kepentingan rating dan kepentingan profit adalah bagian dari output finansial agar menjadi media terbaik secara nasional. Hanya saja ketika media tunduk pada pemiliknya dan tunduk pada partai politik yang memang sebagai ujung tombak dan sebagai mesin lokomotif media tersebut untuk eksis sekaligus bertahan. Sehingga media hanya tempat pesanan bila dipresentasikan maka 20% adalah berita fakta dan data maka selebihnya 80% adalah berita pesanan order hasil transaksional dalam mempengaruhi opini publik dan masyarakat. Apalagi media juga sudah banyak masuk di dunia sosial media berbasis online, sehingga aturan jurnalistik dapat berubah sesuai dengan bahasa di dunia maya secara cyber dengan dimensi yang ada di dalamnya. Media menjadikan tempat para pebisnis, politisi elit, pemilik kepentingan dapat mencitrakan dirinya sekaligus memframing kehidupannya.
Media partisan adalah pembunuh demokrasi dikarenakan hanya sebagai alat politik ptaktis pemuas tuannya dari kalangan politisi yang punya kuasa atas kepentingannya. Sehingga media hanya tempat framing untuk menjatuhkan dan membunuh masyarakat, tokoh, aktivis, organisasi, kelompok dan golongan bahkan lainnya di alam demokrasi partisan. Media partisan pembunuh demokrasi yang dimaksud ialah media yang selalu memutarbalikkan fakta dan data, menutupi fakta realitas, memberitakan sesuai kepentingannya, membangun narasi kontroversial dan selalu banyak merugikan pihak lain. Media partisan selalu berhasil mempengaruhi opini, menciderai akal sehat, menutup kebenaran, memanipulasi data, menstigmatisasi pola pikir masyarakat awam, menjeremuskan pada hoax, mengesampingkan nilai objektivisme, memprioritaskan niali subjektivisme, membodohi publik serta melanggar kode etik jurnalisme beserta merusak sistem berdemokrasi yang progresif, konstuktif dan inklusif. Sebab media partisan selalu bekerja sesuai pesanan tuannya yang berkuasa yang kemudian mempengaruhi para pimpinan redaktur afmgar kemudian membalikkan pemberitaan atau menenggelamkan pemberitaan. Sedangkan unsur dibawahnya hanya bekerja sesuai sop ataupun prosedur yang ada saja.
Media partisan bagaikan parasit yang memang membunuh siapa saja. Media partisan juga bagaikan virus yang merusak siapapun. Pembunuh tidak hanya dideskreditkan pada pelaku kriminalitas saja melainkan media partisan pun juga merupakan pembunuhan di bidang informasi. Pembunuh akal sehat terbesar pertama tentu media partisan setelah politisi, pejabat dan aktivis. Pembunuh dibidang media jauh lebih berbahaya dampaknya, akibatnya, efek sampingnya, impeknya, pengaruhnya dan nilainya. Hal itu disebabkan media nasional, konvensional, maisntream, online menjadi referensi masyarakat serta publik dalam membaca informasi sekaligus membagikan informasi tersebut kepada yang lainnya. Hoax merajalela akibat dari media partisan yang selalu memenangkan informasi membuat masyarakat jenuh dan resisten apalagi yang tahu betul kebenarannya baik fakta dan data secara realitas di lapangan. Sehingga masyarakat selalu terjabak pada hoax dan berita tidak benar, apalagi banyaknya bermunculan media-media online partisan yang bisa dimiliki siapa saja asalkan punya sumber dana tentunya.
Media partisan pembunuh demokrasi selalu bekerja di atas kekuasaan memiliki kekuatan yang sangat besar baik secara hukum, personality, dan perlindungan yang kokoh. Akan selalu memproduksi berita dan opini yang sesat menyesatkan bila itu datangnya dari fakta relaitas lapangan dan data dari lembaga kredibel. Dan akan selalu menjadi berita yang heboh, penuh sensasional, penuh pencitraan yang diproduksi bila itu menyangkut pesanan dan kepentingan tuan yang punya kuasa yang telah menundukkanya secara implisit. Kehadiran para penegak hukum dan otoritas lembaga penegak hukum pun sekan tumbul bahkan bermitra bersama media partisan jua demi mendapatkan citra yang baik di masyarakat namun tidak lagi berkerja dengan baik, jujur, adil, transparan, objektif, akuntable, valid dan sebagainya. Kehilangan kepercayaan pada semua lembaga yang memiliki otoritas dan pada semua media menjadikan demokrasi tidak lagi hidup, hanya menjadi kedok dan formalitas semata. Sedangkan isinya justru mengimplementasikan nilai bisa fasisme, konservatisme, liberalisme, sekularisme, kapitalisme atau komunisme yang tergantung tuan-tuan yang punya kuasa yang dapat memperngaruhi media. Untuk memfilter atau menyaringnya, masyarakat harus cerdas dan menggunakan akal sehatnya agar dapat melakukan kroscek kebenaran, daya kritis yang tinggi, mampu berpikir tajam tanpa pengaruh framing, mengedepankan logika kebenaran, menutup alibi yang berseliuran, menghapus anomali berpikir yang membodohi, merduksi informasi yang hoax, dan tentunya selalu mengoreksi kebohongan dengan konfrontasi berbasis data, fakta yang validasinya kuat. Agar masyarakat tidak lagi mudah dipengaruhi oleh media partisan yang bekerja hanya untuk memuaskan hasrat tuanya yang berkuasa yang memiliki kepentingan terhadap kekuasaan. Sebab informasi yang benar terkadang selalu berada pada masyarakat yang melihat secara mata kebenaran dan mengetahui secara jelas data dan fakta realitas yang ada.
As’ad Bukhari, S.Sos., MA.
(Analis Kajian Islam, Pembangunan dan Kebijakan Publik)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca wartamu.id. (Terimakasih – Redaksi)