WARTAMU.ID, Suara Pembaca – Mahasiswa Program studi profesi apoteker (PSPA) Universitas Padjajaran melakukan pengabdian Masyarakat di SMA 1 Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pengabdian Masyarakat ini berupa sebuah pengajaran kepada siswa-siswa yang berisi edukasi kosmetik dan juga mempelajari cara merawat tubuh yang baik. Kegiatan ini sama sekali tidak berbeda dengan kegiatan yang biasanya dilakukan oleh organisasi ataupun mungkin dilakukan siswa SMK pada siswa SD. Bagi penulis tidak ada yang Istimewa daripada pengabdian Masyarakat ini karena background dari penulis sendiri yang merupakan juga inisiator Gerakan mengajar dari saat menjalani program S1, 30 April 2025.
Tapi saat ini berbeda program mengajar ini lebih dari sekedar transfer knowledge tapi sebuah momentum aktualisasi sebagai seorang mahasiswa kita memahami betul mahasiswa adalah bagian insan akademis yang terikat pada Tri Dharma Perguruan Tinggi. Mahasiswa memiliki fungsi sebagai seorang pendidik, pengajar, dan pengabdian pada Masyarakat. Nilai ini sangat jarang yang jarang ditemui pada ruang-ruang Pendidikan pasca-sarjana. Hal ini didasarkan pada beban akademik dan tekanan akademik pada mahasiswa yang membuat mahasiswa PSPA lebih cenderung menarik diri dari Gerakan-gerakan yang berbasis sosial dan tidak berhubungan dengan pendidikannya. Tapi hari ini PSPA UNPAD menunjukan sebuah Gerakan yang menjawab apa yang disebut dengan “kebekuan moralitas”.

Pengabdian Masyarakat seperti yang disebut diawal adalah sebuah ruang aktualisasi untuk khususnya mahasiswa. Lebih daripada sekedar menyampaikan materi namun juga sebagai momen seorang mahasiswa untuk turun langsung dengan Masyarakat bertemu mereka, mendengar keluhan mereka, menetapkan eksistensinya, dan dalam waktu yang sama menanamkan prinsip moral yang sama antara mahasiswa dengan Masyarakat. Pengmas bagi penulis adalah sebuah momen spiritual yang tidak berbeda dengan sembayang ataupun berdoa melihat Masyarakat sebagai representasi dari Tuhan yang selama ini disebut dalam rintihan doa. Senyum mereka adalah ketulusan yang tidak kita lihat di meja parlemen ataupun ruang bisnis manapun. Tawa, harap, dan canda adalah manifestasi ketulusan yang bisa dirasakan dalam momen yang disebut pengabdian Masyarakat. Mahasiswa harus didik bahwa tidak boleh ada dikotomi antara mahasiswa penempuh Pendidikan sarjana dan pascasarjana yang ada hanyalah mahasiswa.
Pendidikan adalah previlage yang tidak semua orang bisa mendapatkannya tapi berdirinya sebuah perguruan tinggi pasti adalah campur tangan masyarakat merupakan keniscayaan biaya investasi yang dikeluarkan oleh pemerintah sedikitnya untuk Pendidikan adalah 20% dari APBN dan 20% dari APBD. Hal ini menujukan bahwa Pendidikan Apoteker tidak akan pernah terjadi jika Masyarakat tidak turun dan memberikan sumbangsihnya dalam pembangunanya. Oleh sebabnya adalah sebuah pengkhianatan berat jika mahasiswa yang tidak dilahirkan dari Rahim rakyat merasa tinggi dan pintar untuk melebur pada Masyarakat dan melakukan kerja-kerja konkrit yang bisa memenuhi apa yang bisa dibutuhkan oleh Masyarakat, maka lebih baik Pendidikan itu tidak ada sama sekali. Manusia-manusia terdidik setidak-tidaknya sekurang-kurangnya harus memiliki martabat dan kesadaran sosial untuk melakukan kontribusi balik kepada Masyarakat setelah sedemikian banyak yang diberikan pada kita semua. Akhir kata mari berjuang dengan cinta karena atas nama cintalah kita berjuang.
Oleh : Prayoga Salim
Calon Apoteker dari PSPA UNPAD.
Artikel ini merupakan kiriman pembaca wartamu.id. (Terimakasih – Redaksi)