WARTAMU.ID, Suara Pembaca – Bumi ini bulat, bumi ini bagian dari galaksi bersama dengan planet yang lain bumi berputar mengikuti sunnatullah. Ada ribuan galaksi di alam semesta. Secara fisik Bumi hanyalah cuilan planet sebagai subsistem dalam Tatasurya. Planet Bumi dihuni oleh sekitar 7.854.965.732 manusia secara geografis tersebar di 230 negara, terdiri dari ribuan suku bangsa budaya bahasa. Indonesia merupakan negara yang memiliki suku etnis terbanyak yaitu 1340 etnis.
Bulatnya Bumi mengandung makna filososfis bahwa isi bumi merupakan satu kesatuan yang saling bertaut bergantung berhubungan. Satu sistem yang saling berpengaruh. Makhluk di darat udara laut masing-masing punya keunikan dan saling membutuhkan. 7,8 milyar manusia saling bergantung berputar bersama mengelilingi matahari, memiliki hak azasi dan kewajiban azasi menjaga harmoni planet, bersama-sama berkolaborasi menjunjung tinggi kemanusiaan dan tunduk dalam satu Kuasa pencipta ribuan galaksi.
Pendidikan pada hakikatnya membantu manusia menggali mengarahkan mengembangkan potensi diri secara maksimal baik potensi akal rasa batin dan fisik, agar mencapai kesempurnaan derajat kemanusiaan yakni sanggup untuk tunduh patuh sebagai hamba Yang Maha Pencipta semesta dan mampu menjalankan fungsi wakil Allah di muka bumi; memakmurkan, memanfaatkan dan tidak membuaat kerusakan dimuka bumi baik kerusakan fisik maupun kerusakan sosial. Dari sini dapat difahami bahwa pendidikan harus mampu mengantarkan manusia untuk dapat menjadi manusia sejati yang dapat menjaga harmoni diri hidup bersama manusia lain dan menjaga harmoni bumi planet dan ribuan galaksi.
Pendidikan menurut UNESCO meliputi: Learning to Know (belajar untuk mengetahui), Learning to do ( belajar untuk terampil melakukan sesuatu), Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), Learning to life together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama). Empat pilar pendidikan versi UNESCO yang menjadi panduan pendidikan seantero dunia menempatkan juga pilar keempat agar manusia mampu hidup bersama; bersama manusia lain, bersama ciptaan lain.
Konsep pendidikan sepanjang hayat- Long life education- Long life learning -uthlubul ilmi minal mahdi ilaa lahdi selaras dengan empat pilar pendidikan versi UNESCO, untuk mencapai Learning to gether perlu menerapkan Long Life Learning. Belajar dan terus belajar dimana saja kapan saja.
Satuan pendidikan (sekolah) hanyalah sudut kecil yang berikhtiar bersama dengan elemen bangsa lainnya mengantarkan peserta didik untuk menjadi manusia yang bertaqwa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, keluarga dan masyarakat. Adalah hal yang sulit tercapai apabila pendidikan hanya dilakukan oleh Satuan pendidikan/sekolah/pemerintah. Jika yang hendak di tuju adalah berkembangnya seluruh potensi peserta didik. Sekolah sangat mungkin pada Learning to Know, tetapi perlu peran aktif semua fihak untuk Learning to do, Learning to be apalagi Learning to Life together.
Namun demikian peran sekolah tak dapat dipungkiri telah berjasa dalam membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Karena sekolah telah menyelenggarakan pendidikan secara sistematis dan tersedia anggaran yang memadai. 45,3 juta anak bangsa yang tersebar di SD,MI,SMP,MTS.SMA,SMK,MA (78,68% dari jumlah penduduk usia 5-17 tahun/data tahun 2018) menjadi peserta didik pada sekolah. Dan harus di akui pula bahwa guru menjadi ujung tombak pada pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah.
Pada Tahun Ajaran 2019/2020 terdapat 2.893.407 guru di Indonesia yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan. Hingga bulan Desember 2020 guru PNS sebanyak 1.418.266 orang. Sisanya guru honorer mencapai 1.475.141 dengan gaji yang sangat tidak memadai. Masih ada yang mendapat gaji Rp 200.000/bulan. Dari sekian jumlah guru di Indonesia 53,5 persen adalah guru SD.
Potensi daya juang dan etos bakti para guru terutama guru honorer yang hati kecilnya dihantui rasa takmenentu “ antara gaji rendah dan pengabdian” patut kita apresiasi. Mereka adalah para pejuang digarda depan membersamai 45,3 juta peserta didik. Banyak orang menunut guru sebagai Malaikat yang tanpa cela karna harus digugu dan ditiru, semua mata memandang dan menjust bahwa rendahnya kompetensi literasi dan numerasi peserta didik adalah karena rendahnya kompetensi guru semata. Rusaknya akhlak bangsa, banyaknya kasus korupsi, kekerasan, pelecehan kemanusiaan, pelecehan seksual, prilaku menyimapang aparatur negara dsb banyak orang menghubungkan dengan gagalnya pendidikan di sekolah dan lebih husus gagalnya guru.
Guru bagian terendah dalam strata birokrasi pendidikan. Guru SD misalnya harus tunduk pada Kepala Sekolah, Pengawas SD, UPT/Korwil Kecamatan, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi. Apalagi Kementerian Pendidikan yang berada di ibu Kota, Guru SD hampir-hampir tak pernah melihat ujung tembok pagar halamannya. Penghuninyapun tak pernah bertatap muka walau sekedar virtual, kecuali SD tertentu yang mendapat program dari kementerian. Terhadap opini negatif masyarakat gurupun menjerit dalam diam ”kami guru tak pernah secara sengaja mengajarkan hal buruk pada siswa”.
Guru di sekolah menjadi harapan tercapainya target pendidikan. Guru adalah manusia biasa yang masih terus belajar untuk menjadi guru sejati. Guru tidak terlepas dari salah dan khilaf. Terbuka ruang yang luas untuk memperbaiki kompetensi dan kinerja guru.
Pada moment Hari Guru Nasional 2021 dan HUT PGRI ke-76 menjadi hari penting bagi guru untuk muhasabah diri sejauhmana kompetensi dan kinerja telah digapai untuk kemudian mengembangkan layar dan berazam menjadi guru sejati. Bagi kita semua; pemerintah- orang tua- masyarakat, Kepala Sekolah, Pengawas UPT/Korwil, Dinas pendidikan kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Kementerian Pendidikan merefleksi diri sejauh mana apresiasi kita terhadap program pendidikan dan terhadap jerih payah para guru, sejauhmana upaya kita untuk meningkatkan kompetenssi dan kesejahteraan para guru. Guru disekolah adalah pahlan digarda depan yang harus kita support, kita jadikan mitra untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Bung Karno dalam Buku dibawah Bendera Revolusi pada artikel berjudul Menjadi Guru di Masa Kebangunan berujar: “ Semua orang menjadi gurunya semua orang”. Bung Karno terinspirasi oleh Sabda Nabi Muhammad Saw: “semua kamu itu adalah pemimpin dan akan diperiksa dari hal pimpinannya”. Pada artikel yang sama Bung Karno mengatakan “Sifat hakikat masyarakat terbayang didalam perguruan-perguruan…suatu bangsa mengajar dirinya sendiri, suatu bangsa hanyalah dapat mengajarkan apa yang terkandung didalam jiwanya sendiri..”. Artinya potret pendidikan suatu bangsa menunjukkan potret sebuah keadaan masyarakat bangsa tersebut. Pendidikan pada hakikat tugas semua elemen bangsa. Semua orang memiliki education oriented dan education minded. Setiap langkah dan perbuatannya dipertimbangkan dari sisi kebermanfaatan bagi pendidikan anak bangsa.
Pesan Bung Karno untuk guru di sekolah ada 3 roh yang harus terus berkobar pada diri guru: “Roh kerakyatan, roh kemerdekaan, roh kekesatriaan”. Tiga Roh ini menjadi api keramat untuk guru sejati.
Roh Kemerdekaan hanya akan dimiliki oleh guru merdeka. Merdeka dalam merencanakan pembelajaran, merdeka dalam melaksanakan proses pembelajaran dan merdeka dalam melakukan evaluasi pembelajaran. Merdeka mengembangkan karier dan profesi, merdeka menyampaikan jeritan, merdeka menentukan pilihan politik. Pertanyaannya sudahkah para guru berjiwa merdeka?
Penulis:
Dra.Nurhayati Wakhidah, M.Pd.I
(Ketua bidang Pengembangan Profesi PGRI Kecamatan Natar)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca wartamu.id. (Terimakasih – Redaksi)