RAGAM  

Seminar Internasional Soroti Perkembangan Pangan Fungsional dan Nutrasetikal, Rektor UWM: Potensi Ekonomi Luar Biasa untuk Indonesia

Seminar internasional ini dihadiri oleh para peneliti, dosen, pelaku industri, dan pemangku kepentingan dari berbagai negara yang tertarik pada pangan fungsional dan nutrasetikal

WARTAMU.ID, Yogyakarta – Pangan fungsional dan nutrasetikal semakin menjadi sorotan utama dalam industri kesehatan dan pangan global karena menawarkan manfaat kesehatan yang melampaui kebutuhan gizi dasar. Hal ini disampaikan oleh Rektor Universitas Widya Mataram (UWM), Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec., dalam paparannya di The 2nd International Seminar on Functional Food and Nutraceutical, yang bertajuk “Cultural Heritage and Health Sustainability: The Role of Traditional and Functional Food”. Acara ini digelar pada Sabtu (28/9/2024) di Cavinton Hotel, Yogyakarta, oleh Perhimpunan Penggiat Pangan Fungsional dan Nutrasetikal Indonesia (P3FNI) yang berkolaborasi dengan UWM.

Seminar internasional ini menghadirkan sejumlah pembicara terkemuka dari berbagai negara, di antaranya Prof. Dr. Pavinee Chinachoti dari Thailand dan Prof. Dr. Chin-Kun Wang dari Taiwan yang membahas aspek kesehatan pangan fungsional, serta Prof. Dr. Robert Brinkmann dari Amerika Serikat yang menjelaskan perkembangan produk pangan fungsional di negaranya. Selain itu, Prof. Dr. Dony Dahana Wirawan dari Jepang memaparkan tentang regulasi pangan fungsional di Jepang, khususnya terkait Food for Specified Health Uses (FOSHU) dan Foods and Function Claim (FFC).

Prof. Edy Suandi Hamid, dalam sambutannya, menyoroti pentingnya perkembangan pangan fungsional dan nutrasetikal, bukan hanya dari aspek kesehatan, tetapi juga sebagai peluang ekonomi yang besar. “Pasar global nutrasetikal telah mencapai 326,56 miliar USD pada 2023 dan diperkirakan akan terus tumbuh dengan CAGR sebesar 7,5%, hingga mencapai 671,99 miliar USD pada 2034,” ungkap Prof. Edy. Menurutnya, potensi ini sangat relevan bagi Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan produk pangan tradisional, seperti jamu, yang memiliki manfaat kesehatan yang sudah dikenal luas.

Prof. Edy juga menyoroti perubahan perilaku konsumen, baik di tingkat global maupun di Indonesia, terutama pasca-pandemi. “Lebih dari 54% konsumen di kawasan Asia-Pasifik kini lebih memperhatikan kesehatan dan kebugaran, dan ini membuka peluang besar bagi industri untuk terus berinovasi,” jelas Ketua Dewan Pakar Masyarakat Pertanian Organik Indonesia ini. Di Indonesia sendiri, kesadaran masyarakat akan pangan fungsional semakin meningkat, dengan hampir 55% generasi milenial sudah mengenal atau pernah mendengar tentang produk tersebut.

Namun, Prof. Edy juga mengingatkan bahwa regulasi menjadi tantangan penting yang harus dihadapi oleh produsen Indonesia agar dapat bersaing di pasar internasional. “Produsen Indonesia harus memastikan bahwa produk mereka memenuhi standar ketat yang diterapkan oleh badan pengawas seperti BPOM di Indonesia, EFSA di Eropa, atau FDA di Amerika Serikat. Ini memerlukan riset mendalam dan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademisi,” tegas mantan Ketua Forum Rektor Indonesia ini.

Lebih lanjut, Prof. Edy menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan pangan fungsional berbasis bahan lokal, seperti jamu, yang telah lama dikenal memiliki khasiat untuk kesehatan. “Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa serta kearifan lokal yang dapat menjadi basis pengembangan produk pangan fungsional dan nutrasetikal,” tambahnya.

Seminar internasional ini dihadiri oleh para peneliti, dosen, pelaku industri, dan pemangku kepentingan dari berbagai negara yang tertarik pada pangan fungsional dan nutrasetikal. Acara ini menjadi wadah penting untuk mendorong inovasi pangan yang berkelanjutan dan memperkuat peran ilmuwan dalam industri pangan masa depan. Kolaborasi antara UWM dan P3FNI menjadi contoh nyata sinergi antara dunia akademik dan industri dalam menghadapi tantangan pangan global di masa depan.