WARTAMU.ID, Humaniora – Dinamika berorganisasi itu memang selalu ada dan akan terus ada, sehingga yang diperlukan sikap arif lagi bijaksana dalam menyikapinya. Perbedaan pendapat dan cara pandang tidak mesti membuat sesuatu menjadi berantakan apalagi terpisah bahkan terpecah. Persoalan duniawi yang sifatnya membangun itu bukan bertujuan untuk merasa hebat saja melainkan sebagai tugas dakwah dalam misi Muhammadiyah. Seringkali cara emosional selalu lebih ditonjolkan daripada cara spritual yang lebih membawa kepada yang haq mencegah yang bathil walaupun di dalam organisasi keagamaan ataupun keislaman sekalipun. Tidak ada yang menjamin usia bisa begitu lama, sehingga merasa lebih banyak kesempatan berbuat tanpa sadar dengan kekurangan diri sendiri. Manusia memang pada dasarnya lebih mudah menilai buruk dan lemah yang lain daripada dirinya sendiri, karena lebih tampak yang lain.
Di dalam sejarahnya, Muhammadiyah pun ada kisah perselisihan yang itu tidak sampai pada perpecahan apalagi permusuhan yang mendalam serta berlarut-larut hanya karena sesuatu yang diinginkan sesuatu pendapat maupun pemikiran. Namanya saja persyarikatan yang artinya bersyarikat itu berkelompok, berkumpul, bersama, berjamaah, bergotong royong dan berkolaborasi menempuh titi temu bukan titik pertikaian yang tak berkesudahan. Kiyai Ahmad Dahlan dalam menanamkan nilai Muhammadiyah itu tegas, lugas dan jelas. Akan tepat Kiyai Ahmad Dahlan tidak pernah dalam perselisihan yang panjang apalagi memulai duluan, bahkan beliau sendiri yang justru kebanyakan jadi korban perselisihan san pertikaian menghadapi para pembenci dan penolak baik dari kalangan lingkungan internal sendiri maupun lingkungan eksternal luar. Sebagai Kiyai yang berpikir tajdid dan berkemajuan, bahkan sering disebut sebagai Sang Pencerah umat dalam kejumudan.
Sesama bermuhammadiyah tidak perlu berselisih yang begitu dalam, larut, berkepanjangan apalagi sampai mengakar hanya karena 2 urusan utama yang sering terjadi yakni persoalan amal usaha Muhammadiyah beserta organisasi nya dan persoalan politik praktis beserta kepentingan pemerintahannya. Kerap kali Dinamika dan polemik sesama kader Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah itu karena persoalan yang cukuplah disikapi dengan santai, bijak, elegan, tenang, dan penuh keharmonisan. Berbeda bukan berarti musuh yang seakan ingin dibunuh, selalu tanpa bersama sepakat pun juga tak jaminan selalu dekat bagaikan perekat lem, sebab bisa saja juga terpisah. Artinya segala sesuatu itu kembalikan hanya kepada Allah semata, tanpa harus memaksakan diri apalagi sampai muncul arogansi dan egoisme berorganisasi. Apalagi di Muhammadiyah itu sudah banyak buku-buku panduan dan ilmu pengetahuan tentang semua persoalan dan problematika Muhammadiyah ditorehkan. Perselisihan itu tak perlu diperbesar sampai pada kerusakan antar sesama warga Muhammadiyah, sebab akan rugi waktu, tenaga dan upaya lain yang jauh lebih urgensi untuk Muhammadiyah itu sendiri.
Perselisihan yang sering terjadi di Muhammadiyah berkaitan dengan kader, amal usaha, struktur pimpinan, pengelolaan organisasi dan Perbedaan pendapat. Dari semua perselisihan itu selalu yang muncul ketika yang satu merasa paling unggul, yang satunya merasa paling berjasa, yang satunya lagi merasa paling banyak berbuat, yang satunya lagi pun merasa paling senior pengabdi, terus satunya merasa paling fresh cekatan, bahkan terus yang merasa segalanya pun ada. Perselisihan itu hanya mencari ujung pembenaran dan sikap paling benar dalam memberikan sumbangsih ide, gagasan, program, pengalaman, prestasi, jasa dan sebagainya. Jika didalami lebih berakal dengan nalar, ternyata pada dasarnya perselisihan hanya untuk membawa Muhammadiyah sesuai keinginan pribadi tak mesti berjalan dengan baik. Bahkan bisa berantakan yang akhirnya semua kacau balau dan yang kekeh keras kepala juga tak ingin disalahkan sepenuhnya akibat dari polemik dan perselisihan yang tak pernah kunjung selesai.
Seharusnya sesama orang yang bermuhammadiyah itu memang tak perlu berselisih yang mengakibatkan harmonisasi luntur, kekeluargaan pecah dan solidaritas pudar yang padahal tujuan utamanya masih sama yakni memajukan Muhammadiyah untuk semesta. Kalaupun perselisihan tak bisa dihindari, setidaknya jangan sampai mengarah pada urusan privasi, keluarga pribadi, aib personal maupun membawa orang lain untuk urusan dukung mendukung dan bela membela layaknya bocah kecil mencari gerombolan untuk menang secara kuantitas dalam perkelahian. Jangan sampai perselisihan membuat nama baik Muhammadiyah buruk dan amal usaha Muhammadiyah menjadi lemah. Perlu upaya menajlin keakraban dan juga kehangatan menuju jalan dakwah islam yang berkemajuan. Sudah saatnya setiap ada perselisihan dapat diselesaikan dengan baik, ikhlas, akhlak dan etika yang sesuai dengan garis haluan organisasi Muhammadiyah. Dengan begitu Muhammadiyah akan terus memberi untuk negeri dan akan terus mencerahkan semesta dalam kegelapan serta menggerakkan dalam taawun kebersamaan. Semua akan kembali kepada Allah dan hanya kepada Ny lah akan kembali, maka perbanyak amal ibadah dalam bermuhammadiyah tentunya.
Oleh : As’ad Bukhari, S.Sos., MA
(Kader Kokam Diklatsar Sleman-DIY)