RAGAM  

Majelis Tarjih Muhammadiyah: Hukum Sumpah dalam Islam dan Larangan Sumpah Pocong

Ilustrasi Dok Foto Istimewa

WARTAMU.ID, Hikmah — Sumpah yang dalam Islam disebut dengan al Yamin, al Hilfu, atau al Qasam, memiliki landasan dalam al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Terkait fenomena sumpah pocong yang sering muncul dalam budaya lokal Indonesia, Majelis Tarjih Muhammadiyah menegaskan bahwa meskipun isi sumpahnya mungkin tidak bertentangan dengan syariat Islam, tata cara sumpah pocong tidak dikenal dalam ajaran Islam dan mengandung makna yang tidak sesuai dengan prinsip keimanan.

Dua Jenis Sumpah dalam Islam

Dalam Islam, sumpah secara umum terbagi menjadi dua jenis: sumpah di luar pengadilan dan sumpah di pengadilan. Sumpah di luar pengadilan biasa digunakan untuk menyangkal ketidakbenaran atau menyelesaikan perselisihan, sementara sumpah di pengadilan dilakukan dalam proses berperkara sebagai alat bukti tambahan atau penentu perkara ketika tidak ada bukti lain.

Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasai dari Abu Hurairah, bersabda bahwa sumpah sebaiknya hanya dilakukan dengan menggunakan nama Allah, seperti “Wallahi” atau “Demi Allah,” dan bahwa sumpah tersebut harus mengandung kebenaran. Menurut Nabi, di antara dosa besar adalah bersumpah bohong.

Hukum Sumpah Pocong

Sumpah pocong, meskipun kadang menggunakan kata-kata “Demi Allah” dan berisi kesediaan menerima kutukan Allah jika berbohong, tidak diperbolehkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah. Tata cara sumpah pocong yang melibatkan penggunaan kain kafan dan makna filosofis di baliknya, khususnya di kalangan masyarakat Jawa, dapat mengarah pada praktik syirik karena ketakutan lebih ditujukan pada alat sumpah daripada pada Allah SWT.

Mubahalah dalam Islam

Mubahalah adalah sumpah yang berat dalam Islam, di mana kedua belah pihak yang bersengketa bersedia menerima kutukan Allah jika mereka berdusta. Praktik mubahalah didasarkan pada QS. Ali Imran ayat 61 dan QS. An-Nur ayat 6-9 tentang Li’an, yang melibatkan sumpah suami dan istri dalam kasus tuduhan zina tanpa saksi.

Majelis Tarjih Muhammadiyah mengusulkan agar penyelesaian sengketa sebaiknya dihindari dengan sumpah berat seperti mubahalah, mengingat dampaknya yang menakutkan bagi orang beriman. Penyelesaian dengan cara lain yang lebih damai dan rasional lebih dianjurkan.

Sumber: Dilansir dari muhammadiyah.or.id

Maaf tidak untuk di copy