WARTAMU.ID, Humaniora – Diaspora kader atau bahasa sederhana nya menyebarkan semua kadernya di mana saja agar terciptanya ruang dan pos jaringan yang dapat mempermudah komunikasi sekaligus koordinasi. Menaruh banyak kader atau orang di setiap tempat itu merupakan bagain dari strategi organisasi untuk melebarkan sayapnya, hal itu agar semakin luasnya jangkauan jaringan tali silaturahmi. Bisa di mana saja baik dari pemerintahan, korporasi, partai, organisasi filantropi, sekolah, kampus, lembaga, dan semua instansi yang memiliki posisi strategis. Salah satunya adalah yang berlatar belakang sebagai para Muballigh, juru dakwah, Ustadz dan tokoh penggerak agamawan. Biasanya dan umumnya para Muballigh itu berada di mimbar agama dan ruang pengajian, kini Muballigh pun bisa di partai politik, pemerintahan, perusahaan, dan sebagainya. Hal itu dikarenakan melebarkan misi dakwah sekaligus gerakan memperluas ajaran Islam yang dianggap harus bisa diterima banyak manusia dari berbagai latar belakang yang ada.
Kehidupan politik seringkali dapat membuat segala sesuatu menjadi semakin kabur, walaupun dalam politik juga hal penting untuk dapat mewujudkan suatu keadilan dalam kekuasaan. Politik kekuasaan dan politik praktis selalu mempengaruhi ormas untuk dapat menentukan sikap maupun menentukan arah organisasi. Terkhusus pada organisasi islam yang di dalamnya lebih banyak memiliki tujuan dakwah sebagai seorang Dai atau Muballigh yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada keburukan. Kerapkali mereka para pendakwah dan pemuka agama akhirnya terjebak dalam kepentingan politik praktis, sehingga tugas utama dakwah nya menjadi bergeser sebagai tugas sampingan untuk ajakan yang bersifat pragmatis politik dan oportunis politik. Ini juga terjadi di internal Muhammadiyah akibat dari panggung politik kekuasaan membuat banyak sekat perbedaan yang tadinya bersatu berjaamah menjadi bercerai berantakan. Orang Muhammadiyah yang tekontaminasi politik yang berlebihan menjadi 2 kutub yang bersebrangan baik sebagai pendukung fanatik atau pembenci frontalistik. Hal itulah pentingnya kembali kepada ideologi Muhammadiyah, khittah Muhammadiyah, pedoman hidup islami warga Muhammadiyah dan semua komponen pengetahuan dalam Muhammadiyah. Agar jangan sampai menjadi orang Muhammadiyah yang kehilangan kendali atas dirinya terhadap pandangan politik yang sifatnya silih berganti hanya sementara.
Muballigh politik Muhammadiyah terkadang lupa membawa risalah dakwah islam yang ditanamkan Muhammadiyah, akibat dari aspek politik, aspek kekuasaan dan aspek pemerintahan selalu membuat pengaruh. Memang benar adanya bila ada beberapa Muballigh politik Muhammadiyah yang juga terjun dalam dunia partai dan politik praktis untuk bisa mendapatkan kursi jabatan baik di eksekutif dan legislatif semua tingkatan. Hal itu merupakan hak politik yang dihargai, beberapa diantaranya ada yang berhasil, ada yang belum berhasil bahkan ada pula yang masih terus berjuang sampai bisa berhasil nantinya selama masih memikirkan tekad semangat yang tinggi. Politik bukanlah barang haram, walaupun beberapa diantaranya telah banyak yang melakukan dengan menghalalkan segala cara, sebab politik juga merupakan siyasah yang harus diperjuangkan untuk didapatkan dengan kemenangan. Hanya saja jangan sampai Muhammadiyah sebagai organisasi jadi alat politis yang menjadi transeden buruk yang dilakukan oleh Muballigh politik Muhammadiyah dan jangan sampai meniru hal yang sama dengan mereka para politisi ulung yang tak bermoral apalagi bila hanya mengikuti arus yang jauh dari etika dan moralitas. Sebab upaya mendapatkan kekuasaan dan kewenangan melalui jalur politik praktis adalah sebuah keharusan di alam sistem demokrasi saat ini. Daripada dunia politik disini oleh para liberal, kriminal, anti agama, mafia bisnis, oligarki, manusia biadab da seterusnya. Maka akan jauh lebih baik bila dunai politik praktis juga diisi oleh para juru dakwah selain untuk jalan menebar risalah islam juga menggunakan jabatan, kekuasaan dan kewenangan yang mendekati pada syariat Islam yang benar tentunya.
Politik seringkali dianggap dunia kotor, namun juga Politik dapat dinilai sangat baik sebagai lahan dakwah kebaikan jika mampu melakukan nya dengan bijak. Muhammadiyah bukan organisasi politik, tetapi warga Muhammadiyah atau kader Muhammadiyah wajib menggunakan hak politik nya dan dipersilahkan bila ingin berkontestasi di dalamnya termasuk para Muballigh Muhammadiyah itu sendiri. Secara pencapaian menang masih jarang bahkan belum ada Muballigh politik Muhammadiyah yang berhasil mendapatkan kursi jabatan baik di legislatif maupun di eksekutif dengan jalan yang bersih. Sebab, politik elektoral di lingkungan internal Muhammadiyah itu cukup berat dan sulit akibat dari sistem yang egaliter dan bukan otoriter serta bukan doktrin kultus. Ditambah dunia politik itu sarat dengan permainan materi sebagai logistik dalam hal finansial, bila hanya bermodalkan popularitas dan elektabilitas saja terkadang beluk cukup bila tanpa material. Sebagai para Muballigh politik Muhammadiyah tentu tantangan nya lebih berat, hal itu dikarenakan bisa saja dalam beberapa situasi bisa bertentangan dengan moralitas bila keputusan partai politik oleh para pimpinan dan elitnya memutuskan jalan yang bersebrangan ataupun kontradiksi. Disitulah nantinya citra Muballigh politik akan semakin jatuh seiring dengan keputusan partai, jika mengambil jalan keluar atau pindah kendaraan partai pun akan jadi masalah baru dan citra buruk juga. Belum lagi model masyarakat yang begitu mudah menuding secara politik bila telah kecewa dan sakit hati akibat situasi politik praktis.
Pada dasarnya jadilah Muballigh politik Muhammadiyah yang berkemajuan membawa risalah kenabian tanpa harus menjatuhkan dengan cara fitnah. Meski terkadang dunia politik praktis kerap dinilai tak perlu bawa agama atau dalil untuk mencari simpati, karena dunia ini bukan ranah agama apalagi dakwah sekali pun seorang ulama, agamawan, atau tokoh spritual. Ini penting nya pula kembali memulihkan citra berpolitik di negeri ini dengan cara dan jalan yang ihsan bukan hanya sekedar kekuasaan semata. Berpolitik dengan ihsan dan jangan berpolitik dengan kebencian meskipun itu sedang berlawanan kontestasi dalam meraih simpati dukungan. Selama belum ada vonis kejahatan, jangan sampai menebarkan fitnah dan namimah hanya karena politik karena sebagai muslim wajib semua disesuaikan dengan syariat islam. Semoga para Muballigh politik dari mana pun termasuk di Muhammadiyah dapat memberikan pencerahan juga sekaligus mendapatkan kemenangan untuk menggunakan kekuasaan serta kewenangan di jalan yang baik dan benar. Karena bagi orang Muhammadiyah sejati, kehidupan berpolitik adalah modal bekal kebaikan agar Selamat baik dunia dan di akhirat, karena berusaha untuk terus mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh kehidupan umat manusia.
Oleh : As’ad Bukhari, S.Sos., MA
(Analis Intelektual Muhammadiyah Islam Berkemajuan)