WARTAMU.ID, Humaniora – Indonesia merupakan negara yang majemuk dan heterogen dengan falsafah bhineka tunggal ika yang menjadi simbol keberagaman bangsa Indonesia. Soal keberagaman dan perbedaan, Indonesia merupakan negara yang termasuk paling menjunjung tinggi kedamaian dan persatuan yang terjaga secara otentik. Sebagai bangsa yang besar dengan lima pulau utamanya, membuktikan bahwa nilai pluralitas kebangsaan masih dapat menciptakan keharmonisan dalam satu bingkai negara NKRI. Hal ini tidak lepas dari pengaruh para pendahulu yang telah memberikan teladan kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama yang baik sesuai dengan nilai agama. Kemajemukan Indonesia merupakan modal keberagaman yang dpaat memberikan contoh terbaik dalam membangun bangsa dengan perbedaan, ini menjadi kekuatan yang membuat negara ini kelak menjadi rujukan bagi suara negara dalam persoalan keberagaman. Namun, tetap saja masih ada kelemahan di dalamnya yang membuat sesekali terjadi disharmonis akibat dari politisasi, konflik kepentingan dan juga perang pemikiran ideologi.
Indonesia berdiri tak lepas dari perjuangan dan pengorbanan dari organisasi islam bernama Muhammadiyah. Walaupun mungkin dalam aspek politik pemeritahan dalam beberapa hal masih ada nilai diskriminatif, namun Muhammadiyah tidak akan pernah dipisahkan atau lepaskan dengan Indonesia. Bahkan para tokoh Muhammadiyah termasuk yang paling banyak menjadi tokoh pahlawan nasional Indonesia yang tak akan ada orang bisa untuk membantahnya. Sebab, Muhammadiyah tidak akan pernah berhenti membangun negeri ini tanpa harus merasa paling NKRI, pancasilais, paling toleransi dan paling hebat. Diminta atau tidak, diberi atau tidak, diajak atau tidak, dilayani atau tidak, dihormati atau tidak, disegani atau tidak dan seterusnya Muhammadiyah akan terus berkorban untuk seluruh masyarakat Indonesia. Terlepas Muhammadiyah masih memiliki kekurangan baik di internal nya sendiri, bukan berarti organisasi ini lemah tak berdaya. Perjalanan panjang Muhammadiyah dari pemeritahan Hindia Belanda, pemeritahan Orde lama, pemeritahan Orde baru sampai pemeritahan Orde reformasi memiliki sejarahnya masing-masing dalam kebangsaan. Tugas dakwah muhammadiyah membawa nilai islam berkemajuan tak akan pernah lelah berhenti.
Dakwah multikulturalisme Muhammadiyah adalah proses dakwah yang dilakukan dalam kemajemukan dan keberagaman suku, adat, agama, budaya dalam rangka menyeru pada kebaikan tanpa harus memaksakan apalagi merasa paling segalanya jauh dari arogansi. Dari sabang sampai Merauke, dari timur ke barat, dari hulu sampai hilir, Indonesia memiliki multi budaya yang begitu beragam. Pemahaman multikulturalisme ialah paham keberagaman yang pluralitas jamak terhadap nilai budaya dan bukan suatu paham yang menyamakan agama seperti konsep pluralisme agama yang cendrung sepilis dan sinkretis agama. Menjadi umat agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Kong hucu di manapun baik sumatra, jawa, kalimantan, sulawesi, Papua lainnya tetap Indonesia. Dakwah multikulturalisme Muhammadiyah secara konkret melahirkan amal usaha muhammadiyah sekolah dan kampus yang bisa diisi oleh siapa saja dengan agama atau suku mana pun. Tugas mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan nilai pencerahan spiritual merupakan cara Muhammadiyah berdakwah dengan elegan. Tidak perlu memaksakan kehendak, jangan sampai merasa paling benar arogan, dan menjauh dari pandangan yang cendrung nyeleneh, apologis, dogmatis dan sebagainya.
Pentingnya memahami konsep dakwah multikulturalisme Muhammadiyah yang tak lepas dari model dakwah hikmah, hasanah dan jidal ahsan yang juga dengan cara lemah lembut tanpa pula harus memaksa serta tidak jatuh dalam jurang menyerupai kekafiran zolim. Muhammadiyah merupakan organisasi yang menanamkan nilai kerukunan umat beragama yang bijaksana, menerapkan nilai toleransi yang otentik secara profetik, mengajarkan hubungan damai harmonis yang taawun at taqwa dan juga menegakkan syariat dengan jalan tawakkal ilallah. Di tengah hidup globalisasi yang mengedepankan modernisasi tidak sepantasnya pula memodifikasi agama hanya untuk nafsu kepentingan dunia dengan dalih tafusr argumentasi yang dibolak balik layaknya iblis membantah Tuhan dengan segala muslihat tipu daya nya. Jangan bertindak dan berpikir terlalu jauh melenceng apalagi membawa nama Muhammadiyah baik itu intelektual ataupun warga kultural di eras sosmed yang serba bebas berbicara dan menulis kata. Muhammadiyah akan tetap menjaga wilayah agama dalam hal ini Islam sebagai nilai otentik dan profetik bukan pula sekedar doktrin dan dogma. Jangan mereduksi Islam dan Muhammadiyah untuk kepentingan kehidupan atas nama kemanusiaan jika sejatinya tak pernah mengurus umat di lapangan dalam Kehidupan nyata sosial masyarakat.
Jangan lagi salah artikan makna dakwah multikulturalisme Muhammadiyah yang arahnya akan membuat islamophobia, sinkretisme, dan menjauhi agama naqli karena terpaku pada aqli apalagi nafsu duniawi. Sebagai kader muhammadiyah yang berada di lingkungan heterogen, plural, majemuk dan multikultur harus mengedepankan nilai-nilai keharmonisan yang otentik dan profetik, bukan dengan nilai sinkretis dan atheist. Jangan mudah digiring oleh para intelektual dan cendikiawan pelacur yang hanya menikmati proyek ideologis untuk merusak kesucian agama dengan pandangan bebas pemikiran nya yang tak lepas dari proyek materi. Warga Muhammadiyah tetap harus jadi kader yang humanis, agamis, dan harmonis dengan pandangan multikulturalisme agama dan bukan dengan pandangan pluralisme agama apalagi sinkretisme agama yang penuh dengan racun merusak iman dan aqidah bila belum memiliki benteng pemikiran yang kuat lagi kokoh. Dengan demikian nilai toleransi beragama dan moderasi beragama Muhammadiyah tidak perlu mencampurkan ritual keagamaan, tidak perlu menghalalkan sesuatu yang salah, dan tidak perlu jadi umat yang jatuh dalam nilai kebebasan yang tak sejalan dengan syariat. Tetap hormati secara sosial kemanusiaan dan kembali kepada koridor agama dan koridor Muhammadiyah yang baik lagi benar.
Oleh : As’ad Bukhari, S.Sos., MA
(Analis Intelektual Muhammadiyah Islam Berkemajuan)