WARTAMU.ID, Humaniora – Menghela napas, Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung, Dedi Iskandar, melepas pandangn agak jauh dengan raut serius yang berusaha ditegarkan. Ada semacam kegamangan yang coba ia tekan dan itu terkait nasib kami, peserta Muktamar Pemuda Muhammadiyah XVIII asal Lampung.
Informasi mengejutkan itu datang sehari pasca penutupan ketika salah seorang peserta mengatakan kalau kami terancam tak dapat pulang tepat waktu sebab tiket semua pesawat ternyata sudah habis. Tentu saja yang saya pikirkan selanjutnya adalah biaya menginap yang juga harus diperpanjang dan karena itu saya lantas berbisik pada kolega saya dari Kabupaten Mesuji Lampung, Teguh Budi Prasetyo: “Persiapan kita masih ada?”
“Masih, Mas,” kata Teguh. “Insyaallah cukup.”
“Ya sudah,” jawab saya lega. “Kita tunggu perkembangan berikutnya.”
“Tenang saja,” celetuk Ketua Dedi Iskandar. “Ketum tidak akan mungkin membiarkan pasukannya terlantar.”
Saya mengangguk tiga kali sambil menghela napas. “Saya juga meyakini itu,” ujar saya. “Dia Buya Hamka kecil.”
Tersenyum agak lebar, Dedi kemudian melanjutkan: “Yang tertahan bukan cuman kita, Ketua. Riau dan beberapa provinsi yang lain ternyata juga berbernasib sama.”
Obrolan kemudian terhenti dan kami segera meninggalkan lift, menuju kamar masing-masing.
“Saling berkabar kalau ada info terbaru,” ucap Iskandar seraya berbaik.
Saya pun menjawab: “Siap!”
Atas petunjuk Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Lampung beberapa jam berselang, kami kemudian di arahkan menuju Asrama Haji Balikpapan, menurut informasi berikutnya, ternyata adalah upaya ‘penyelamatan sementara’ yang diam-diam dilakukan Ketum Fikar.
Berbekal jejak kepemimpinan sang Ayah yang adalah sosok penting dalam gerakan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan, KH Ahmad Tawalla, Dzulfikar menjelma layaknya anak milenial yang tidak sekadar agamis tapi juga penuh pencerahan.
Atas hal ini, KH. Ahmad Tawalla memang terus meneguhkan Dzulfikar agar tumbuh terang bagai taburan bintang di langit: menjadi penanda cuaca tanpa hujan dan senantiasa taat waktu kapan harus bicara dan diam.
“Jangan jadi penakut,” kata beliau terkait hal itu. “Hadapi hidup dengan satu pegangan: takdirmu tidak akan ke mana-mana. Jika ditimpakan padamu baiknya, kamu akan dapat baiknya. Jika ditimpakan padamu buruknya, pasti kau dapat buruknya.”
Sebagaimana teladan keberpihakan KH. Ahmad Dahlan pada orang-orang kecil yang lemah, Ahmad Tawalla juga selalu berpesan agar Dzulfikar berhati-hati terhadap banyak hal termasuk harta duniawi.
“Apa yang kau peroleh ada haknya orang, jangan lupa kau kasih. Jangan coba-coba mengambil yang bukan hakmu!”
Tentu saja, itu lebih dari cukup sebab Dzulfikar Ahmad Tawalla adalah pemuda kelahiran Gowa, Sulawesi Selatan, pada 28 April 1987 yang dalam muktamar di Balikpapan, Kalimantan Timur 21-23 Februari 2023 itu akhirnya terpilih menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah pengganti Cak Nanto. Proses pemilihannya diawali dengan voting 13 formatur secara tertutup oleh utusan PDPM kabupaten/kota se Indonesia.
Dzulfikar sendiri adalah sarjana Universitas Muhammadiyah Makassar pada 2013 jurusan pendidikan matematika. Gelar magister komunikasi diperoleh di Stikom Interstudi Jakarta pada 2021 dan dia sempat menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah era Cak Nanto.
Lebih dari sosok intelektual yang segar, Dzulfikar yang pernah menjadi tenaga ahli Komisi VI DPR dari 2014 hingga 2019 ini juga adalah sosok puitis. Pidato perdananya dalam penutupan muktamar di Gedung Dome Balikpapan pada malam hari ketiga, membuat saya seolah mendapat ketegasan tentang hal ini:
“Kalau kita ingin menggapai harapan dari balik fatamorgana,” begitu cara ia menitipkan pesan. “Maka kita harus berani melepas tambat perahu dari dermaga. Kemudikan perahumu, rentangkan layarmu. Lalu jika menemukan ombak dan badai yang besar, kita harus ingat ajaran orang tua kita: jangan takut. Jangan ragu-ragu. Allah senantiasa membersamai perjuangan kita!”
Matahari sudah merangkak naik ketika di grup WhatsApp Forum Ketua PDPM, Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Lampung, Muhtadli, mengirimkan caption siaran berita Kompas TV, Selasa, 15 Oktober 2024.
Di sana, bersama beberapa tokoh nasional yang lain, Ketum Dzulfikar tiba di Kartanegara dengan berbalut batik cokelat berlarik putih dan celana dasar hitam. Sesekali tampak ia melempar pandangan pada kerumunan wartawan yang menunggu di sisi pintu gerbang dengan senyum khas dan langkah penuh semangat layaknya Laksmana Bugis.
“Calon Wamen,” tulis Muhtadli dan saya yang sempat kaget segera tertegun beberapa detik. Ingatan tentang kesulitan tiket pesawat pasca muktamar berikut bagaimana kami ‘diselamatkan’ di Asrama Haji Balikpapan kembali mengemuka layaknya sebuah layar pertunjukan bioskop di ruang yang gelap: ia menjadi sinar dengan suguhan kisah dari alur plot yang filmnya terus mengalir jauh.
“Ketum Dzulfikar….” ucap saya pada Dedi Iskandar melalui sambungan telpon dan dia segera menyela: “Ya. Alhamdulillah. Tampaknya terkoneksi dengan pekerjaanmu sebagai penyalur PMI.”
Saya tak lagi berucap karena memang nyaris tak ada lagi yang bisa diucapkan kecuali berbisik kecil, pada diri sendiri, di dalam hati: “Selamat, Hamka Kecil. Semoga Allah terus menjaga langkah dan banyak hal atasmu. Titip cinta pada para pekerja migran bangsa kita: semoga Allah juga terus menjaga mereka.”
FAJARULLAH adalah Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Mesuji. Aktif sebagai Direktur Cabang Lampung, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) PT. Sriti Rukma Lestari.
Oleh : Fajarullah
(Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Mesuji)